Total Tayangan Halaman

Entri Populer

Senin, 22 Desember 2008

Pertarungan Terakhir Sang Pendekar Nomor Wahid

by Dadang Kadarusman

Kita tentu masih ingat tentang ilmu padi. Semakin berisi, semakin merunduk. Semakin seseorang bertambah ilmunya, semakinlah dia menyadari betapa dia mesti lebih banyak menundukkan kepalanya. Sehingga matanya tidak tertuju keatas untuk mendongak. Melainkan melihat kebawah kearah hati. Mungkin itu pula sebabnya kita mengenal istilah ‘rendah hati’. Tentu, rendah hati itu tidak sama dengan rendah diri. Sebab, rendah diri membawa kita kepada sikap inferior. Sedangkan sifat rendah hati menjadikan kita orang yang yakin kepada kemampuan diri tanpa harus membusungkan dada. Atau sekedar merasa diri lebih hebat dari orang lain. Kita kemudian berkata; “Apa salahnya orang hebat seperti gue membangga-banggakan diri?” Apalagi jika kehebatan dan kesuksesan kita ini, dihasilkan dari ‘jerih payah sendiri’. Tidak salah. Namun, padi tidaklah bersikap demikian.

Dulu. Ketika keunggulan manusia diukur oleh kemampuannya memainkan pedang. Orang-orang hebat saling berlomba untuk menjadi pendekar nomor wahid. Sehingga, mereka berlatih tanpa henti dengan tujuan utama; mengalahkan pemegang gelar ‘pendekar nomor wahid’ yang ada. Dan merebut gelar itu. Mereka tidak keberatan jika harus bertarung hingga mati.

Pada suatu ketika, kesaktian sang pendekar nomor wahid sudah mencapai tingkatan yang paling tinggi. Sehingga, tidak ada lagi orang yang berani menantangnya. Lama-lama, dia merasa bosan sendiri. Tak ada lagi pertarungan. Tak ada lagi kemenangan. Dan akhirnya, tidak ada lagi nilai dari gelar yang selama ini dibangga-banggakannya. Lalu, hati kecilnya berbisik; “Benarkah aku ini seorang pendekar nomor wahid?” Mengingat tak ada lagi yang berani menantangnya, seharusnya tak seorangpun meragukannya. Tetapi, hati kecilnya kembali berbisik; “Bagaimana seandainya dibelahan dunia lain ada orang yang lebih sakti. Apakah aku layak menyandang gelar ini?”

Kegelisahan itu membawanya kepada pengembaraan yang teramat panjang. Dia melintasi bukit. Menyeberang lautan. Menjelajah padang pasir yang gersang. Semuanya hanya untuk mendatangi orang-orang sakti dan mengalahkannya satu demi satu. Akhirnya, sampailah dia disebuah perguruan terakhir untuk ditaklukan. Jika dia berhasil mengalahkan orang paling sakti diperguruan itu, maka dia berhak menyandang gelar pendekar nomor wahid secara mutlak.

“Siapakah orang paling sakti diperguruan ini?” hardiknya, sesaat setelah dia mendobrak pintu gerbang. Dengan sekali tendang.

”Disini tidak ada orang yang seperti itu, Tuan” jawab orang-orang itu.
“Perguruan macam apa ini?” sergahnya. “Masa, tidak ada orang yang paling sakti disini!” sang pendekar nomor wahid kembali menghardik. “Memangnya apa yang kalian pelajari selama ini dengan pedang, tombak, dan toya itu.?”

“Disini,” jawab para murid. “Kami belajar tentang kerendahan hati,” katanya dengan serempak.

Sang pendekar nomor wahid terlihat gusar dengan omong kosong itu. Tidak ada perguruan yang mengajarkan kesia-siaan semacam itu. Kesaktian. Kehebatan. Dan kekuatanlah yang seharusnya diajarkan. Karena, hanya dengan cara itu kemuliaan seseorang ditentukan. Orang-orang saktilah yang kedudukannya tinggi. Orang-orang hebatlah, yang pantas dihargai. Orang-orang kuatlah yang layak ditakuti dan dihormati. “Antarkan aku kepada guru kalian,” pintanya.

Orang-orang diperguruan itu saling pandang. Lalu berkata; “Tuan sudah berada dihadapan guru kami,”.

Sang pendekar kebingungan; “Apa maksud kalian?” katanya.

“Disini,” jawab para murid. “Kami menjadi guru untuk orang lain.” Mereka diam sejenak. “Sekaligus menjadi murid bagi mereka.” Lanjutnya serempak.

Sekarang sang pendekar mulai mengerti bahwa diperguruan itu, setiap orang diperlakukan sebagai guru. Karena setiap orang ditempat itu mengajari orang lain tentang apa saja yang diketahuinya. Para ahli pedang mengajarkan pedang. Para ahli panah, mengajari cara memanah. Para ahli tombak, membuka rahasia tentang permaian tombak.

Sang pendekar nomor wahid itu juga mengerti. Bahwa diperguruan itu setiap orang menempatkan dirinya sendiri sebagai murid. Sehingga tidak peduli kesaktian dirinya setinggi apa; mereka bersedia untuk belajar dari orang lain tentang sesuatu yang tidak diketahuinya. Para ahli pedang belajar bagaimana melempar tombak. Para jago toya belajar tentang cara memegang busur panah. Jadi, siapakah gerangan yang pantas menyandang gelar sebagai ‘orang yang paling sakti’ itu?

Sang pendekar nomor wahid tertegun. Dia menatap satu persatu wajah demi wajah yang ada dihadapannya. Menanyakan nama-nama mereka. Dan mengingat-ingat apa yang dikenang orang tentang nama-nama itu. Betapa terkejutnya dia, ketika menyadari bahwa mereka adalah nama-nama yang sangat harum mewangi didunia kependekaran. Merekalah legenda-legenda kesaktian. Namun, betapa terharu kalbunya ketika mengetahui bahwa; “bahkan orang-orang sekualitas merekapun tidak saling belomba untuk memperebutkan gelar terhormat itu.” Oh, inikah rupanya yang diajarkan oleh keredahan hati. Mereka merunduk. Ketika isi dan kualitas dirinya semakin meninggi. Mereka tambah merendah. Disaat pencapaian mereka menanjak dan mengangkasa. Seperti sang padi. Semakin merunduk. Ketika butir bulirnya semakin berisi.


Dadang Kadarusman

Jumat, 12 Desember 2008

Valuing Our Time And Opportunity.

Jack baru saja mendapatkan pelajaran berharga. Ia membuka sebuah kotak keemasan dan ia mendapati di dalamnya sesuatu yang sangat berharga juga secarik kertas yang sangat berkesan.Waktu kecil ia tinggal bersama ibunya di sebuah kota kecil. Ia bertetangga dengan seorang duda yang istrinya sudah meninggal. Duda itu tidak mempunyai anak dan hanya tinggal sendiri. Pria malang itu melihat Jack bertumbuh dari seorang anak-anak, sampai kencan pertamanya, lulus dari kuliah, bekerja dan menikah.

Jack adalah seorang pekerja keras yang gila kerja. Ia bahkan tidak ada waktu untuk putrinya dan istrinya. Setelah ia menikah, ia dan keluarganya tidak lagi tinggal di sebelah rumah pria tua itu. Mereka pindah.

Suatu hari Jack mendapat telepon dari ibunya, "Ingat Pak Belser? Ia meninggal dunia hari Selasa lalu. Pemakamannya hari Kamis pagi." Kenangan masa kecilnya berseliweran dalam dirinya. Ia mengenang kembali masa-masa kecilnya dengan Pak Belser."Halo?" suara ibunya membangunkannya."Iya bu, aku akan ke sana hari Rabu," kata Jack "tapi kupikir Pak Belser sudah lupa tentang diriku.""Oh tidak, Jack," kata ibunya, "Pak Belser selalu ingat padamu. Ia ingat akan hari-hari di mana kamu main-main di balik pagar rumahnya dan hari ketika kamu duduk di pangkuannya ketika istrinya meninggal." "Beliau orang pertama yang mengajariku ilmu pertukangan. Tanpa beliau, aku tidak akan mungkin terjun ke usaha ini." kata Jack.

Sesibuk-sibuknya Jack, ia kemudian mengatur ulang jadwalnya di hari Rabu dan Kamis. Ia menghargai Pak Belser seperti ayahnya sendiri dan ia sangat ingin ada di sana ketika pemakamannya. Hari Rabu malam ia tiba di kampung halamannya. Ia dan ibunya kemudian berjalan ke rumah Pak Belser untuk terakhir kalinya. Di beranda, ia mengintip ke dalam rumah Pak Belser.

Terbesit banyak kenangan tentang masa kecilnya. Sofa yang sering ia duduk, meja makan di mana ia pernah memecahkan piring, telepon di sudut ruangan dan hey...Jack terdiam sejenak."Kotak emas di ujung meja itu hilang!" seru Jack.Ibunya bingung. Segera Jack menjelaskan tentang kotak emas di ujung meja itu. Ukurannya tak lebih dari satu jengkal orang dewasa dan bercat emas di luarnya. "Pak Belser selalu mengatakan itu miliknya paling berharga dan akan diberikan kepada seseorang yang layak menerimanya. Tapi setiap kali aku menanyakan isinya, ia selalumenjawab 'Pokoknya berharga deh'."Dan sekarang kotak emas itu sudah tidak ada lagi. Dugaan Jack, mungkin diambil oleh seorang keluarga jauhnya.

Dua minggu kemudian setelah pemakaman, seorang kurir mengantarkan sebuah paket untuk Jack. Nama Jack tertulis di atas paket itu dengan tulisan yang sangat sulit dibaca. Jack membuka paket itu... Di dalamnya ada sebuah kotak emas (persis seperti kotak emas Pak Belser yang hilang itu) dan sepucuk surat. Jack membaca surat itu, "Setelah kepergianku, tolong sampaikan kotak ini kepada Jack Bennet. Ini adalah harta paling berharga yang kumiliki." Sebuah kunci ada dalam amplop itu, kunci untuk membuka kotak itu. Hatinya bergetar, tanpa sadar ia menangis terharu, Jack perlahan membuka kotak itu. Di dalamnya dia menemukan sebuah jam saku yang indah yang terbuat dari emas. Dengan perlahan Jack membuka jam itu. Di dalamnya terukir kata-kata yang tak pernah ia lupakan seumur hidupnya, "Terima kasih, Jack, untuk waktumu. Ini saya berikan jam untukmu, sesuatu yang paling berharga bagiku. Harold Belser.""Yang ia hargai dariku adalah... waktuku." serunya perlahan.

Ia menggenggam jam itu beberapa saat. Kemudian ia menelepon sekertarisnya dan membatalkan semua janjinya untuk dua hari ke depan. "Mengapa?" tanya Janet, sekertarisnya."Aku ingin menghabiskan waktu untuk keluargaku," kata Jack, "dan Janet, terima kasih untuk waktumu."

Sobat, di dunia ini ada dua hal yang tidak bisa ditarik kembali: itu adalah perkataan dan waktu. Waktu yang sudah lewat tidak akan bisa dikembalikan lagi. Waktu tidak bisa dipaksa mundur, tidak bisa diperlambat dan juga tidak bisa dipercepat. Waktu akan terus bergerak maju dengan kecepatan konstan. Kita tidak akan bisa kembali ke masa kanak-kanak. Kita tidak bisa mengulang satu peristiwa yang sama di waktu itu.

Sudahkah Anda memberi waktu pada diri Anda dan sesama Anda? Sudahkah orang lain menghargai waktu yang telah Anda korbankan kepada mereka?

Sabtu, 06 Desember 2008

Filosofi Pohon

Filosofi Pohon

From : Lienda .S

Seorang bijak bercerita tentang filosofi pohon ....

Ada 3 hal yg kita bisa belajar tentang pohon kata dia :
1. Pohon tidak makan dari buahnya sendiri
- Buah adalah hasil dari pohon ...dari mana pohon memperoleh makan ?
Pohon memperoleh makan dari tanah ...semakin akarnya dalam semakin
dia bisa menyerap nutrisi lebih banyak ...ini berbicara tentang kedekatan
hubungan kita dengan Sang Pencipta sebagai Sumber Kehidupan kita ...
Ada cerita menarik ...katanya buah kurma itu manis sekali ...
Kenapa bisa begitu ?
Menurut ceritanya pohon kurma itu ditanam di padang pasir ...
Bijinya ditaruh di kedalaman 2 meter kemudian ditutup dengan 4 lapisan ...
Sebelum pohon kurma itu tumbuh maka dia berakar begitu dalam sampai
kemudian menembus 4 lapisan tersebut dan menghasilkan buah yg manis
di tengah padang pasir .....
Ada proses tekanan begitu hebat ketika kita menginginkan hasil yg luar biasa...
Seperti perumpamaan pegas yg memiliki daya dorong kuat ketika ditekan ...

2. Pohon tidak tersinggung ketika buahnya dipetik orang
- Kadang kita protes kenapa kerja keras kita yg menikmati justru orang lain ...
Ini bicara tentang prinsip memberi ...dimana kita ini bukan bekerja untuk hidup,
tetapi bekerja utk memberi buah ....artinya apa ? kita bekerja keras supaya kita
dapat memberi lebih banyak kepada orang yg membutuhkan ...jadi bukan utk kenikmatan sendiri...cukupkanlah dirimu dengan apa yg ada padamu ....tapi tidak pernah ada kata cukup utk memberkati orang lain dengan pemberian kita ...
Pelajaran dari Warren Buffet seperti email yg sering anda terima tentang kehidupan
dia...beliau adalah orang terkaya di dunia, tapi kehidupannya mencerminkan kesederhanaan, katanya masih hidup di rumah yg sama yg dia tinggalin puluhan tahun lalu, pakai mobilnya yg lama juga....tapi ketika kekayaannya 35 Miliar USD dia berkomitmen utk menyumbang 31 Miliar USD, itu katanya pas jaman pemerintahan Bill Clinton awal ...
Sekarang kekayaannya justru bertambah2 banyak. .....
Berapa banyak dari kita yg sulit utk menahan nafsu terhadap barang2 bermerek, mobil2 mewah, gonta ganti HP .....

3. Buah yg dihasilkan pohon itu menghasilkan biji,dan biji itu menghasilkan multiplikasi
- Ini bicara tentang bagaimana hidup kita memberi impact terhadap orang lain ...
Katanya pemimpin itu bukan masalah posisi/jabatan ...tapi masalah pengaruh dan inspirasi yg diberikan kepada orang lain ...
Claudio Ranieri, pelatih Juventus berkata bahwa Del Piero itu adalah pemimpin, walau ban kaptennya dicopot sekalipun dia tetap pemimpin...ngerti kan ? Bukan mengenai ban kaptennya, itu hanya pengakuan saja...
Bicara tentang impact, pendiri Astra bercita2 menjadikan perusahaan ini sebagai sebuah pohon besar yg rindang dan menjadi tempat berteduh buat banyak orang ...dan hal itu mulai tercapai hari2 ini dengan jumlah karyawan 120.000 artinya memberi penghidupan kepada sekitar 600.000 jiwa....
Perusahaan ini dibangun bukan karena keserakahan memperkaya diri sendiri, tapi karena cita2 utk
"Menjadi milik yg bermanfaat bagi bangsa dan negara" (Catur Dharma ke-1)
Demikianlah yg diceritakan orang bijak itu tentang filosofi pohon ...

Semoga bermanfaat....
Selamat berkarya...

Memfasilitasi atau Memotivasi ?


Saya ingat waktu di SMA dulu, kami (murid) harus menjalani test IQ untuk penjurusan.
Sekolah saya menetapkan bahwa murid2 dengan IQ tinggi bisa masuk ke jurusan
IPA/Science. Murid dengan IQ sedang hanya bisa masuk jurusan Sosial dan yang
paling rendah IQnya hanya diijinkan untuk masuk ke jurusan Bahasa.

Aturan di sekolah saya ternyata berlawanan dengan aturan dari SMA swasta terkenal di
Yogyakarta yang mengarahkan anak-anak yang ber IQ paling tinggi justru ke jurusan Bahasa.

Sewaktu saya diskusi dengan Romo Mangun Wijaya (Alm) tentang kurikulum sekolah,
Beliau mengatakan bahwa pendidikan di Indonesia masih mewarisi "budaya" kolonial Belanda.

Menurut beliau, seharusnya anak-anak yang kecerdasannya tinggi seharusnya diarahkan
untuk masuk jurusan Sosial supaya di masa mendatang akan lahir ekonom, hakim, jaksa,
pengacara, polisi, diplomat, duta besar, politisi dsb yang hebat2.
Tetapi rupanya hal itu tidak dikehendaki oleh penguasa (Belanda).
Belanda menginginkan anak-anak yang cerdas tidak memikirkan masalah2 sosial politik.
Mereka cukup diarahkan untuk menjadi tenaga ahli/scientist, arsitektur, ahli computer,
ahli matematika, dokter, dsb yang asyik dengan science di laboratorium (pokoknya yang
nggak membahayakan posisi penguasa).
Saya nggak tahu persis yang benar Romo Mangun Wijaya atau pemerintah Belanda.
Hanya saja waktu itu saya yang kuliah ambil jurusan Kurikulum jadi patah semangat
karena kayaknya kurikulum di Indonesia ini hampir tidak ada hubungannya dengan
kehidupan yang akan dijalani orang setelah keluar dari sekolah.

Kita bisa lihat, Insinyur yang menjadi politisi bahkan memimpin parlemen, kemudian
dokter (umum) bisa menjadi kepala Dinas P & K atau tenaga marketing, sarjana
theologia yang jadi pengusaha, dsb. Sampai saat ini,masih banyak orang tua dan
masyarakat yang beranggapan bahwa anak yang hebat adalah anak yang nilai
matematika dan science-nya menonjol.
Paradigma berpikir orang tua/masyarakat ini sangat mempengaruhi konsep anak tentang
kesuksesan. Bulan Juni 2003 yang lalu, lembaga tempat saya bekerja mengadakan
seminar anak-anak.

Di depan 800-an anak, Kak Seto Mulyadi (Si Komo) menunjukkan 5 Rudy.
- Yang Ke-1 : Rudy Habibie (BJ Habibie) yang genius, pintar bikin pesawat
dan bisa menjadi presiden.
- Yang Ke-2 : Rudy Hartono yang pernah beberapa kali menjadi juara bulu tangkis
kelas dunia.
- Yang Ke-3 : Rudy Salam yang suka main sinetron di TV
- Yang Ke-4 : Rudy Hadisuwarno yang ahli di bid. kecantikan dan punya banyak
salon kecantikan di beberapa kota.
- Yang Ke-5 : Rudy Choirudin yang jago masak dan sering tampil memandu acara
memasak di TV.

Sewaktu Kak Seto bertanya "Rudy yang mana yang paling sukses menurut kalian?"
Hampir semua anak menjawab "Rudy Habibie" Sewaktu ditanyakan
"Mengapa, kalian bilang bahwa yang paling sukses Rudy Habibie?"

Anak-anakpun menjawab "Karena bisa membuat pesawat terbang, bisa menjadi
presiden, dsb" Sewaktu Kak Seto menanyakan "Rudy yang mana yang paling tidak
sukses?" Hampir seluruh anak menjawab "Rudy Choirudin" Ketika ditanyakan
"Mengapa kalian mengatakan bahwa Rudy Choirudin bukan orang yang sukses?"

Anak-anakpun menjawab "Karena Rudy Choirudin hanya bisa memasak"

Memang begitulah pola pikir dan pola asuh dalam keluarga dan masyarakat Indonesia
pada umumnya yang masih menilai kesuksesan orang dari karya-karya besar yang
dihasilkannya. Masyarakat kita banyak yang belum bisa melihat kesuksesan adalah
pengembangan talenta secara optimal sehingga bisa dimanfaatkan dalam kehidupan
yang dijalaninya dengan "enjoy".

Banyak masyarakat kita yang beranggapan bahwa IQ adalah segala-galanya.
Padahal kenyataannya EQ, SQ dan faktor2 lain juga sangat menentukan.
Dalam seminar tsb Kak Seto hanya ingin merubah paragidma berpikir anak-anak
(dan juga orang tua/keluarga) . Anak-anak dan orang tua harus menyadari dan
mensyukuri setiap talenta yang diberikan oleh Tuhan.

Bila talenta tersebut dikembangkan dengan baik, maka kita bisa mencapai kesuksesan
di "bidangnya". Jadi untuk anak-anak yang tidak pintar matematika, anak2 tidak perlu
minder dan orang tua tidak perlu malu atau menekan anak.
Anak-anak yang lebih menyukai pelajaran menggambar daripada pelajaran2 lain,
bukanlah anak-anak yang bodoh karena justru anak2 yang punya imajinasi tinggilah
yang pintar menggambar/ melukis. Anak-anak yang suka ngobrol, kalau kita arahkan
bisa saja kelak menjadi politisi atau negotiator yang baik.

Anak-anak yang banyak bicara, kalau diarahkan untuk menuliskan apa yang ingin
dibicarakan bisa2 menjadi penulis yang hebat.
*** Mbak Dwi Setyani juga mengingatkan kita untuk lebih memfokuskan pada
kekuatan kita dari pada "wasting time" bersungut-sungut, hanya memikirkan
kelemahan kita.

Saya pernah membaca pengalaman hidup seorang penyanyi di Amerika.
Penyanyi tsb dulunya tidak PD karena wajahnya tidak terlalu cantik dan giginya
tonggos. Saat menyanyi di pub, dia repot mengatur bibirnya supaya giginya yang
tonggos tidak dilihat orang. Hasilnya: ia hanya bisa menghasilkan suara yang
pas-pasan. Ketika temannya meyakinkan bahwa giginya yang tonggos itu bukanlah
masalah, maka iapun bisa menyanyi dengan bebas dan meng-eksplore suara emasnya.
Ternyata orang-orang mengingat penyanyi itu karena kualitas suaranya,
bukan parasnya yang jelek dengan gigi tonggosnya.

      *** Kitapun meyakini bahwa Tuhan menciptakan setiap kita (manusia) dengan
      maksud yang terbaik demi kemuliaan-Nya. Kalau saja kita meyakini hal tersebut,

      maka semua orang akan mensyukuri keadaan dan memanfaatkan talenta yang
      Tuhan berikan untuk kemuliaan-Nya.

      Sumber: Unknown (Tidak Diketahui)


      Terlepas siapa yang paling sukses dari mereka, mari kita arahkan putra-putri kita sendiri, agar kelak mereka bisa mandiri dan berguna untuk sekelilingnya. Karena disitulah tingkat kesuksesan kita sebagai orang tua dan kesuksesan kehidupan anak kita kelak dikemudian hari.

      Sebenarnya lebih baik mengarahkan dan memfasilitasi mereka sedari kecil dari pada memotifasi saat mereka beranjak dewasa.

Senin, 24 November 2008

Behavioral Selling Skills

1 Day Workshop
BONUS: BEHAVIORAL SELLING CARD!!!

People buy from the people they like. Hasil riset menunjukan bahwa orang akan membeli dari orang yang mereka sukai perilakunya. Oleh karena itu seorang salesperson harus menyesuaikan perilakunya agar disukai oleh pelanggan. Persoalannya, bagaimana mengetahui perilaku yang disukai pelanggan? Workshop ini akan memberikan jawabannya.

Ada 9 step yang akan dipelajari dalam workshop 1 hari penuh ini, yaitu:
1. Meningkatkan sales melalui adaptability gaya menjual
2. Memahami pengaruh gaya perilaku terhadap gaya menjual dan gaya membeli
3. Memahami gaya menjual anda sebagai seorang salesperson.
4. Mampu membaca cepat gaya perilaku pelanggan dengan tepat.
5. Memahami dasar pengambilan keputusan pelanggan dalam membeli.
6. Memahami teknik menjual yang efektif sesuai perilaku pelanggan.
7. Mengetahui perilaku apa saja yang tidak disukai oleh pelanggan.
8. Mampu mengantisipasi berbagai pertanyaan yang diajukan pelanggan.
9. Praktek one on one Selling.

Date/Venue:
18 Desember 2008, 08:00 – 16:00 di Hotel Bumikarsa, komplek Bidakara, Jl. Jend. Gatot Subroto Kav 71-73 Jakarta.

Program Investment:
Hanya Rp 2.000.000,- nett/participant, termasuk makan siang, 2x coffee break.

Facilitator:
William Wiguna, CPHR, CBA., konsultan perilaku di bidang sales & marketing selama 18 tahun. Sejumlah perusahaan yang pernah menjadi kliennya sampai saat ini adalah Medan Musik, Astrido Toyota, Prudential, Sequis, Onyx Mal Group, Naga Swalayan, Masindo Group, Marusei Foods Industries, Brataco Group, Asia Inti Selera Tbk, Ekadharma Tape Industry Tbk, Mantrust Group, RJ London, Lippo Land Club, Mitra Mulia (Honda Motor), Mitra Satriya Group (Mr. P), Info Media Group, Paladian Apartement, Top Cool, Venken Group, Alcorindo Sejahtera, dll.

For Further information and registration please contact, Agus or Anto
Phone (021) 8242-1111, 8242-4976, Fax (021) 8242-9456
Email: qqworkshop@qqinternational.com
www.qqinternational.com

Jumat, 21 November 2008

EMPATI

By: Andy F Noya

Suatu malam, sepulang kerja, saya mampir di sebuah restoran cepat saji di kawasan
Bintaro. Suasana sepi. Di luar hujan. Semua pelayan sudah berkemas.
Restoran hendak tutup. Tetapi mungkin melihat wajah saya yang memelas karena
lapar, salah seorang dari mereka memberi aba-aba untuk tetap melayani. Padahal,
jika mau, bisa saja mereka menolak.

Sembari makan saya mulai mengamati kegiatan para pelayan restoran. Ada yang
menghitung uang, mengemas peralatan masak, mengepel lantai dan ada pula
yang membersihkan dan merapikan meja-meja yang berantakan.

Saya membayangkan rutinitas kehidupan mereka seperti itu dari hari ke hari.
Selama ini hal tersebut luput dari perhatian saya. Jujur saja, jika menemani
anak-anak makan di restoran cepat saji seperti ini, saya tidak terlalu hirau akan
keberadaan mereka. Seakan mereka antara ada dan tiada. Mereka ada jika saya
membutuhkan bantuan dan mereka serasa tiada jika saya terlalu asyik menyantap
makanan.

Namun malam itu saya bisa melihat sesuatu yang selama ini seakan tak terlihat.
Saya melihat bagaimana pelayan restoran itu membersihkan sisa-sisa makanan di atas
meja. Pemandangan yang sebenarnya biasa-biasa saja. Tetapi, mungkin karena malam
itu mata hati saya yang melihat, pemandangan tersebut menjadi istimewa.

Melihat tumpukan sisa makan di atas salah satu meja yang sedang dibersihkan, saya
bertanya-tanya dalam hati: siapa sebenarnya yang baru saja bersantap di meja itu?
Kalau dilihat dari sisa-sisa makanan yang berserakan, tampaknya rombongan yang
cukup besar. Tetapi yang menarik perhatian saya adalah bagaimana rombongan itu
meninggalkan sampah bekas makanan.

Sungguh pemandangan yang menjijikan. Tulang-tulang ayam berserakan di atas
meja. Padahal ada kotak-kotak karton yang bisa dijadikan tempat sampah. Nasi di
sana-sini. Belum lagi di bawah kolong meja juga kotor oleh tumpahan remah-remah.
Mungkin rombongan itu membawa anak-anak.

Meja tersebut bagaikan ladang pembantaian. Tulang belulang berserakan. Saya tidak
habis pikir bagaimana mereka begitu tega meninggalkan sampah berserakan seperti
itu. Tak terpikir oleh mereka betapa sisa-sisa makanan yang menjijikan itu harus
dibersihkan oleh seseorang, walau dia seorang pelayan sekalipun.


Sejak malam itu saya mengambil keputusan untuk membuang sendiri sisa makanan jika
bersantap di restoran semacam itu. Saya juga meminta anak-anak
melakukan hal yang sama. Awalnya tidak mudah. Sebelum ini saya juga pernah
melakukannya.


Tetapi perbuatan saya itu justru menjadi bahan tertawaan teman-teman. Saya
dibilang sok kebarat-baratan. Sok menunjukkan pernah keluar negeri. Sebab di
banyak negara, terutama di Eropa dan Amerika, sudah jamak pelanggan membuang
sendiri sisa makanan ke tong sampah. Pelayan terbatas karena tenaga kerja mahal.


Sebenarnya tidak terlalu sulit membersihkan sisa-sisa makanan kita. Tinggal
meringkas lalu membuangnya di tempat sampah. Cuma butuh beberapa menit.
Sebuah perbuatan kecil. Tetapi jika semua orang melakukannya, artinya akan
besar sekali bagi para pelayan restoran.


Saya pernah membaca sebuah buku tentang perbuatan kecil yang punya arti besar.
Termasuk kisah seorang bapak yang mengajak anaknya untuk membersihkan sampah di
sebuah tanah kosong di kompleks rumah mereka. Karena setiap hari warga kompleks
melihat sang bapak dan anaknya membersihkan sampah di situ, lama-lama mereka malu
hati untuk membuang sampah di situ.


Belakangan seluruh warga bahkan tergerak untuk mengikuti jejak sang bapak itu dan
ujung-ujungnya lingkungan perumahan menjadi bersih dan sehat. Padahal tidak ada
satu kata pun dari bapak tersebut. Tidak ada slogan, umbul-umbul, apalagi spanduk
atau baliho. Dia hanya memberikan keteladanan. Keteladanan kecil yang berdampak
besar.


Saya juga pernah membaca cerita tentang kekuatan senyum. Jika saja setiap orang
memberi senyum kepada paling sedikit satu orang yang dijumpainya hari
itu, maka dampaknya akan luar biasa. Orang yang mendapat senyum akan merasa
bahagia. Dia lalu akan tersenyum pada orang lain yang dijumpainya.
Begitu seterusnya, sehingga senyum tadi meluas kepada banyak orang. Padahal asal
mulanya hanya dari satu orang yang tersenyum.

Terilhami oleh sebuah cerita di sebuah buku "Chicken Soup", saya kerap membayar
karcis tol bagi mobil di belakang saya. Tidak perduli siapa di belakang. Sebab
dari cerita di buku itu, orang di belakang saya pasti akan merasa mendapat
kejutan. Kejutan yang menyenangkan. Jika hari itu dia bahagia, maka harinya yang
indah akan membuat dia menyebarkan virus kebahagiaan tersebut kepada orang-orang
yang dia temui hari itu. Saya berharap virus itu dapat menyebar ke banyak orang.

Bayangkan jika Anda memberi pujian yang tulus bagi minimal satu orang setiap hari.
Pujian itu akan memberi efek berantai ketika orang yang Anda puji merasa bahagia
dan menularkan virus kebahagiaan tersebut kepada orang-orang di sekitarnya.

Anak saya yang di SD selalu mengingatkan jika saya lupa mengucapkan kata "terima
kasih" saat petugas jalan tol memberikan karcis dan uang kembalian. Menurut dia,
kata "terima kasih" merupakan "magic words" yang akan membuat
orang lain senang. Begitu juga kata "tolong" ketika kita meminta bantuan orang
lain, misalnya pembantu rumah tangga kita.

Dulu saya sering marah jika ada angkutan umum, misalnya bus, mikrolet, bajaj, atau
angkot seenaknya menyerobot mobil saya. Sampai suatu hari istri saya mengingatkan
bahwa saya harus berempati pada mereka. Para supir kendaraan umum itu harus
berjuang untuk mengejar setoran. "Sementara kamu kan tidak mengejar setoran?''
Nasihat itu diperoleh istri saya dari sebuah tulisan almarhum Romo Mangunwijaya.
Sejak saat itu, jika ada kendaraan umum yang menyerobot seenak udelnya, saya
segera teringat nasihat istri tersebut.

Saya membayangkan, alangkah indahnya hidup kita jika kita dapat membuat orang lain
bahagia. Alangkah menyenangkannya jika kita bisa berempati pada perasaan orang
lain. Betapa bahagianya jika kita menyadari dengan membuang sisa makanan kita di
restoran cepat saji, kita sudah meringankan pekerjaan pelayan restoran.

Begitu juga dengan tidak membuang karcis tol begitu saja setelah membayar,
kita sudah meringankan beban petugas kebersihan. Dengan tidak membuang permen
karet sembarangan, kita sudah menghindari orang dari perasaan kesal
karena sepatu atau celananya lengket kena permen karet.

Kita sering mengaku bangsa yang berbudaya tinggi tetapi berapa banyak di antara
kita yang ketika berada di tempat-tempat publik, ketika membuka
pintu, menahannya sebentar dan menoleh ke belakang untuk berjaga-jaga apakah ada
orang lain di belakang kita? Saya pribadi sering melihat orang yang
membuka pintu lalu melepaskannya begitu saja tanpa perduli orang di belakangnya
terbentur oleh pintu tersebut.

Jika kita mau, banyak hal kecil bisa kita lakukan. Hal yang tidak memberatkan kita
tetapi besar artinya bagi orang lain. Mulailah dari hal-hal kecil-kecil. Mulailah
dari diri Anda lebih dulu.


Mulailah sekarang juga.

Selasa, 18 November 2008

CACAT

Sebuah toko hewan peliharaan (pet store) memasang papan iklan yang menarik
bagi anak-anak kecil, "dijual anak anjing". Segera saja seorang anak
lelaki datang, masuk ke dalam toko dan bertanya "Berapa harga anak anjing yang
anda jual itu?"

Pemilik toko itu menjawab, "Harganya berkisar antara 30 - 50 Dollar."

Anak lelaki itu lalu merogoh saku celananya dan mengeluarkan beberapa
keping uang, "Aku hanya mempunyai 2,37 Dollar, bisakah aku melihat-lihat
anak anjing yang anda jual itu?"

Pemilik toko itu tersenyum. Ia lalu bersiul memanggil anjing-anjingnya.
Tak lama dari kandang anjing munculah anjingnya yang bernama Lady yang diikuti
oleh lima ekor anak anjing. Mereka berlari-larian di sepanjang lorong
toko. Tetapi, ada satu anak anjing yang tampak berlari tertinggal paling
belakang.

Si anak lelaki itu menunjuk pada anak anjing yang paling terbelakang dan
tampak cacat itu. Tanyanya, "Kenapa dengan anak anjing itu?

Pemilik toko menjelaskan bahwa ketika dilahirkan anak anjing itu mempunyai
kelainan di pinggulnya, dan akan menderita cacat seumur hidupnya.

Anak lelaki itu tampak gembira dan berkata, "Aku beli anak anjing yang
cacat itu."

Pemilik toko itu menjawab, "Jangan, jangan beli anak anjing yang cacat
itu. Tapi jika kau ingin memilikinya, aku akan berikan anak anjing itu padamu."

Anak lelaki itu jadi kecewa. Ia menatap pemilik toko itu dan berkata, "Aku
tak mau kau memberikan anak anjing itu cuma-cuma padaku. Meski cacat anak
anjing itu tetap mempunyai harga yang sama sebagaimana anak anjing yang
lain. Aku akan bayar penuh harga anak anjing itu. Saat ini aku hanya
mempunyai 2,35 Dollar. Tetapi setiap hari akan akan mengangsur 0,5 Dollar
sampai lunas harga anak anjing itu."

Tetapi lelaki itu menolak, "Nak, kau jangan membeli anak anjing ini. Dia
tidak bisa lari cepat. Dia tidak bisa melompat dan bermain sebagaiman anak
anjing lainnya."

Anak lelaki itu terdiam. Lalu ia melepas menarik ujung celana panjangnya.
Dari balik celana itu tampaklah sepasang kaki yang cacat. Ia menatap
pemilik toko itu dan berkata, "Tuan, aku pun tidak bisa berlari dengan
cepat. Aku pun tidak bisa melompat-lompat dan bermain-main sebagaimana
anak lelaki lain. Oleh karena itu aku tahu, bahwa anak anjing itu membutuhkan
seseorang yang mau mengerti penderitaannya."

Kini pemilik toko itu menggigit bibirnya. Air mata menetes dari sudut
matanya. Ia tersenyum dan berkata, "Aku akan berdoa setiap hari agar
anak-anak anjing ini mempunyai majikan sebaik engkau."

Bahkan mereka yang cacat pun mempunyai nilai yang sama dengan mereka yang
normal?????



Hanya orang yang pernah mengalami penderitaan yang bisa menolong dan
menyelami penderitaan orang lain. pandanglah sekitar anda..mungkin mereka
tidak seberuntung kita..dan mungkin anda belum pernah mengalami penderitaan sedahsyat mereka... hal tersebut yang kadang membuat mata hati kita tumpul.. atau sebaliknya.. ketika anda mengalami penderitaan.. justru hal tersebut
membuat kita bisa memahami penderitaan orang lain..
kesimpulannya adalah : JANGAN TUNGGU SAMPAI ANDA MENDERITA DULU BARU ANDA BISA MEMAHAMI ORANG LAIN !!!...

Selamat Berkarya...

Filipus Gudel

PERBEDAAN PERSEPSI

Bagaimana Kita Memandang dengan SIKAP POSITIF

Ada seorang ayah yang menjelang ajalnya di hadapan sang Istri berpesan DUA hal kepada 2 anak laki-lakinya:

Jangan pernah menagih hutang kepada orang yg berhutang kepadamu.

Jika pergi ke toko jangan sampai mukanya terkena sinar matahari.

Waktu berjalan terus.

Dan kenyataan terjadi, bahwa beberapa tahun setelah ayahnya meninggal anak yang sulung bertambah kaya sedang yang bungsu menjadi semakin miskin.

Pada suatu hari sang Ibu menanyakan hal itu kepada mereka.

Jawab anak yang bungsu:
"Ini karena saya mengikuti pesan ayah. Ayah berpesan bahwa saya tidak boleh menagih hutang kepada orang yang berhutang kepadaku, akibatnya modalku susut karena orang yang berhutang kepadaku tidak membayar sementara aku tidak boleh menagih".

"Juga Ayah berpesan supaya kalau saya pergi atau pulang dari rumah ke toko dan sebaliknya tidak boleh terkena sinar matahari. Akibatnya saya harus naik becak atau andong, padahal sebetulnya saya bisa berjalan kaki saja, tetapi karena pesan ayah itu, akibatnya pengeluaranku bertambah banyak".

Kepada anak yang sulung yang bertambah kaya, sang Ibu pun bertanya hal yang sama.

Jawab anak sulung:
"Ini semua adalah karena saya mentaati pesan ayah. Karena Ayah berpesan supaya saya tidak menagih kepada orang yang berhutang kepada saya, maka saya tidak pernah menghutangkan sehingga dengan demikian modal tidak susut".

"Juga Ayah berpesan agar supaya jika saya berangkat ke toko atau pulang dari toko tidak boleh terkena sinar matahari, maka saya berangkat ke toko sebelum matahari terbit dan pulang sesudah matahari terbenam. Karenanya toko saya buka sebelum toko lain buka, dan tutup jauh sesudah toko yang lain tutup."
"Sehingga karena kebiasaan itu, orang menjadi tahu dan tokoku menjadi laris, karena mempunyai jam kerja lebih lama".
MORAL CERITA
Kisah diatas menunjukkan bagaimana sebuah kalimat di tanggapi dengan presepsi yang berbeda.
Jika kita melihat dengan positive attitude maka segala kesulitan sebenarnya adalah sebuah perjalanan membuat kita sukses tetapi kita bisa juga terhanyut dengan adanya kesulitan karena rutinitas kita... pilihan ada di tangan anda.

Senin, 10 November 2008

Lesson from Obama

From: Michell Suharli

Mengapa di America,mereka dapat melakukan apa yang mereka lakukan dan menerima kekalahan secara "sportive" dan mendukung yang menang dalam pemilihan?
Karena mereka semua(hampir semuanya),mempunyai kebanggaan akan negaranya,U. S.A. dan mementingkan nasib Negaranya daripada dirinya sendiri.
Perasaan NATIONALISTIC inilah (dan bukan Individualistic) yang dinegara kita,Indonesia, perlu dikembangkan kembali bila kita mau maju.
BDT

MA 144 : BARRACK OBAMA, DEMOKRASI DAN KE-BHINNEKA TUNGGAL IKA-AN AMERIKA (6 Oktober 2008)

Obama telah resmi terpilih menjadi presiden AS ke-44 dengan kemenangan mutlak melawan John Mc. Cain. Dan dalam sejarah, inilah kali pertamanya Amerika dipimpin oleh seseorang yang mempunyai keturunan Afrika Kenya, berkulit hitam. Dia unggul atas Mc. Cain dengan 60 juta suara melawan 54 juta suara. Dan sejarah juga mencatat jumlah pemilih presiden kali ini merupakan yang terbanyak selama 100 terakhir yaitu sebanyak 135 juta orang.

Apa yang bisa kita petik dari pemilihan presiden AS ini?
Pertama, tentang demokrasi sendiri. Proses demokrasi yang ditunjukkan oleh Amerika bisa kita jadikan contoh bagaimana kita bersaing untuk jadi pemimpin. Perang hebat dengan kata-kata, bersaing keras dengan menunjukkan program, berdebat sengit dalam forum, tetapi tidak lupa berjabat tangan setelah semuanya selesai. Tentu kita semua masih ingat pada pidato Hillary Clinton pada konvensi Demokrat sebelumnya, yang mendukung Obama, ketika tahu dirinya sudah pasti kalah. Isi pidatonya kira-kira demikian, "Saya mengakui bahwa saya kalah dalam pemilihan ini, selamat untuk dia. Kini saya akan memberikan suara untuknya, dan juga menyerukan semua pendukung saya untuk memilihnya." Begitu juga dengan Mc. Cain yang 30 menit setelah Obama dinyatakan sebagai pemenang, langsung memberikan pidato pengakuannya "Terima kasih telah datang di sore hari yang indah di Arizona ini. Kita sudah pengakhiri pertarungan panjang. Amerika sudah berbicara dan nada
mereka sudah jelas. Beberapa saat lalu saya merasa terhormat untuk memberi ucapan selamat kepada Obama." Mc. Cain juga mengajak semua rakyat AS kini bersatu bersama Obama untuk menyelesaikan tantangan besar yang menghadang.

Hebat kan? Sementara kolumnis Kompas Budhiarto Sambazy mencatat, belum ada satu pun presiden Indonesia yang memberikan selamat kepada presiden pengganti berikutnya. Mulai dari Bung Karno, Pak Harto, Habibie, Gus Dur, Megawati tidak memberikan ucapan selamat kepada penggantinya, dengan -mungkin- berbagai alasan. Kita berharap SBY mau memberikan selamat kepada presiden penggantinya nanti, jika ia kalah dalam pemilihan.

Kedua, tentang ke-Bhinneka Tunggal Ika-an. Tampak terlihat bahwa AS (yang nota bene sangat bhinneka), yang dulu pernah punya masalah rasial keras (misal dengan gerakan Ku Klux Klan), kini makin lama makin terlihat Tunggal Ika-nya. Rakyat AS yang bukan kulit putih kini semakin bangga dan cinta dengan negaranya, karena AS telah berhasil membuktikan bahwa warna kulit dan ras bukan lagi merupakan masalah/ hambatan untuk maju. Indonesia yang jelas mempunyai semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" harus malu, jika masih ada pertikaian antar desa, warga, suku, ras atau antar golongan lagi. Kasus-kasus seperti Ambon, Kalimantan, Banyuwangi, bentrok desa di Cirebon, tawuran kampus seperti diantara kampus UKI-YAI-UBK harus dihentikan, jika kita ingin menjadi bangsa besar yang Tunggal Ika.

Apakah ada relevansinya bagi kita di perusahaan? Jelas ada. Peruahaan yang analoginya adalah negara kecil, jelas akan lebih baik jika dijalankan dengan demokrasi (yang didasari dengan peraturan dan disiplin yang baik terlebih dahulu) dan ke-Bhinneka Tunggal Ika-an yang kuat. Jangan terjadi lagi pemilihan kandidat seorang manajer atau direktur membawa pertikaian antar calon, pendukungnya, atau bahkan sampai pada pertentangan antar divisi. Kita juga bisa belajar bahwa dalam pemberian remunerasi tidak boleh lagi berdasarkan ras, golongan, agama atau sukunya, tetapi dinilai dari performa, kinerja dan prestasinya.

Sebagai penutup,kita bisa lihat dua pendapat unik berikut ini:

Dari beberapa warga AS yang diwawancarai mengenai presiden AS dan kaitannya dengan ras: "Kami tak peduli, apakah presiden Amerika nanti berkulit putih, hitam, merah, oranye atau hijau sekalipun. Jika dia memang bisa membawa negara ini menjadi lebih baik, mengapa tidak?"
Atau yang lebih jauh lagi metafornya dari seorang sopir taksi, ketika membawa seorang dosen bepergian. Ketika dosen itu bertanya tentang presiden ideal untuk Indonesia, sang sopir berkata: "Saya sih gak mau peduli presiden kita mau dari golongan apa. Bahkan biar presiden saya Gorilla-pun, jika dia bisa membuat bangsa maju dan makmur, saya akan dukung. "
Selamat menjadi manusia yang melihat manusia bukan dari suku, ras, agama, golongan dan warna kulitnya...

Sabtu, 08 November 2008

WATER AND LIFE

WATER AND LIFE

A group of working adults got together to visit their University lecturer.
The Lecturer was happy to see them.
Conversation soon turned into complaints about stress in work and life.
The Lecturer just smiled and went to the kitchen to get an assortment of
cups - some porcelain, some in plastic, some in glass, some plain looking
and some looked rather expensive and exquisite.
The Lecturer offered his former students the cups to get drinks for
themselves.
When all the students had a cup in hand with water, the Lecturer spoke:
"If you noticed, all the nice looking, expensive cups were taken up,
leaving behind the plain and cheap ones.

While it is normal that you only want the best for yourselves, that is the
source of your problems and stress.
What all you wanted was water, not the cup, but we unconsciously went for
the better cups."
"Just like in life, if Life is Water, then the jobs, money and position in
society are the cups.
They are just tools to hold/maintain Life, but the quality of Life doesn't
change."
"If we only concentrate on the cup, we won't have time to enjoy/taste the
water in it."

To Understand Wife (which having C Characters)


A man walking along a California beach was deep in prayer. Suddenly the sky clouded above his head and, in a booming voice, the Lord said, "Because you have TRIED to be faithful to me in all ways, I will grant you one wish."

The man said, "Build a bridge to Hawaii so I can drive over anytime I want."The Lord said, "Your request is very materialistic. Think of the enormous challenges for that kind of undertaking. The supports required to reach the bottom of the Pacific! The concrete and steel it would take! It will nearly exhaust several natural resources. I can do it, but it is hard for me to justify your desire for worldly things. Take a little more time and think of something that would honor and glorify me."

The man thought about it for a long time. Finally he said, "Lord, I wish that I could understand my wife. I want to know how she feels inside, what she's thinking when she gives me the silent treatment, why she cries, what she means when she says 'nothing's wrong,' and how I can make a woman truly happy."

The Lord replied, "You want two lanes or four lanes on that bridge?"

The moral of this story:

Wife...think that it is impossible to have a husband to understand you. Start to express yourself or God will make four lanes that bridge...

Temu Kenali Kekuatan Anda


Sumber: Aribowo Prijosaksono dan Roy Sembel

DALAM bukunya yang berjudul Now, Discover Your Strengths yang didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh lembaga riset Gallup terhadap lebih dari 2 juta orang Amerika, Marcus Buckingham dan Donal O. Clifton, Ph.D menunjukkan, kunci utama untuk prestasi yang tinggi, kesuksesan dan kebahagiaan adalah melalui upaya untuk mendayagunakan kekuatan kita, bukan dengan mengoreksi atau mengatasi kekurangan dan kelemahan kita. Tahap pertama yang harus kita lakukan adalah menemukan dan mengenali kekuatan kita.

Sayangnya, sebagian besar kita tidak pernah menyadari bakat atau talenta dan kekuatan kita, apalagi kemampuan untuk mendayagunakan kekuatan tersebut dalam kehidupan kita sehari-hari. Bahkan sebaliknya, karena pengaruh orangtua kita, guru-guru kita, atasan kita, dan bahkan oleh para pakar psikologi, kita justru sangat ahli dalam mengetahui kelemahan kita dan menghabiskan hidup kita hanya untuk memperbaiki atau mengatasi kekurangan atau kelemahan kita tersebut. Kekuatan kita justru kita biarkan dan kita abaikan begitu saja.

Kita hidup dengan keyakinan bahwa baik adalah lawan dari buruk sehingga manusia selama berabad-abad berusaha untuk memperbaiki atau menyempurnakan kelemahan atau kekurangannya. Para dokter belajar tentang penyakit untuk mengetahui tentang kesehatan, para psikolog belajar tentang kesedihan atau gangguan kejiwaan untuk mengetahui tentang kebahagiaan atau kesehatan jiwa.

Di mana pun kita, di sekolah, di tempat bekerja, kita diajarkan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengatasi kelemahan atau kekurangan kita agar kita menjadi kuat. Banyak pendidikan dan pelatihan lebih diarahkan kepada upaya untuk mengatasi atau mengurangi kelemahan seseorang.

Hal ini bukannya salah, melainkan kurang dapat mengeluarkan potensi atau kekuatan terbaik yang dimiliki seseorang. Karena daya kekuatan seseorang memiliki pola yang berbeda dengan kelemahan yang dimilikinya.

Untuk sukses di bidang yang kita pilih serta menemukan kepuasan sejati dalam bidang tersebut, kita harus dapat memahami terlebih dahulu apa saja kekuatan kita. Kita harus dapat menemukenali, menerapkan, serta mendayagunakan kekuatan kita sehingga dapat sepenuhnya mendukung upaya kita dalam mencapai sasaran atau impian-impian kita. Janganlah fokus pada kelemahan atau kekurangan kita, tetapi justru kekuatan kitalah yang harus kita daya gunakan dan kita kembangkan.

Fokus pada Kekuatan Kita

Dalam bukunya The Power of Focus, Jack Canfield, dkk menyatakan bahwa salah satu strategi untuk senantiasa mencapai prestasi puncak dan meraih sasaran-sasaran dalam hidup dengan lebih pasti adalah dengan selalu fokus pada upaya mengembangkan kekuatan kita, bukannya kelemahan kita (build on your strengths, not your weaknesses). Lebih jauh dikatakan dalam buku tersebut: You must invest most of your time every week doing what you do best, and let others do what they do best.

Kita harus lebih banyak meluangkan waktu kita untuk melakukan hal-hal yang kita kuasai, dan membiarkan orang lain melakukan hal-hal yang mereka kuasai. Dengan kata lain, kita fokus pada kekuatan atau kelebihan kita. Konsultan bisnis terkenal Dan Sullivan bahkan mengatakan, ” If you spend too much time working on your weaknesses, all you end up with is a lot of strong weaknesses.” Artinya jika kita lebih banyak berupaya untuk mengatasi kelemahan kita, akhirnya kita akan memiliki banyak kelemahan yang semakin menonjol.

Semakin kita berlatih atau berusaha mengatasi kelemahan kita, semakin kita akan menjadi orang rata-rata, tetapi jika kita tekun berlatih untuk memaksimalkan kekuatan kita atau bakat kita, peluangnya jauh lebih besar kita akan sukses di bidang yang kita kuasai tersebut.

Contoh sederhana adalah misalnya seorang anak memiliki talenta di bidang musik, tetapi dia lemah dalam bidang eksakta. Namun karena ambisi orangtuanya, dia dipaksa untuk mengambil les di bidang matematika. Meskipun akhirnya dia lulus sebagai sarjana bidang akuntansi keuangan misalnya, tetapi dia tidak akan pernah menjadi yang terbaik di bidang tersebut. Dia hanya akan menjadi orang rata-rata.

Kita semua diberkati Tuhan dengan talenta atau bakat yang berbeda-beda dan unik. Setiap kita memiliki kelebihan dan kekuatan yang jika dapat kita latih dan kita kembangkan untuk semakin didayagunakan sehingga akhirnya kita dapat menjadi terbaik dengan talenta yang sudah Tuhan berikan kepada kita. Hal terpenting dalam seluruh kehidupan kita adalah menemukenali kekuatan atau talenta yang sudah Tuhan berikan kepada kita.

Pencarian atau penemuan talenta seseorang mungkin memerlukan waktu bertahun-tahun, bahkan kadang-kadang banyak dari kita tidak pernah menyadari apa sesungguhnya talenta kita. Bahkan kita sering membandingkan kelemahan atau kekurangan kita dengan kelebihan atau kekuatan orang lain. Tentu saja hal ini tidak adil sama sekali kepada diri kita sendiri.

Jim Carey, seorang komedian dan bintang film terkenal yang dibayar tidak kurang dari US$ 20 juta setiap filmnya, memiliki bakat yang sangat unik. Dia dapat memutar dan melipat-lipat tubuh dan wajahnya pada posisi yang sangat tidak biasa.

Seringkali dia tampak seperti terbuat dari karet. Ketika remaja, dia menghabiskan waktu berjam-jam setiap hari melatih dirinya di depan cermin. Dia juga menyadari bahwa dia sangat ahli dalam menirukan gerak dan kebiasaan orang lain (impersonations), dan hal inilah yang dia latih dan kembangkan terus-menerus jam demi jam, hari demi hari, tahun demi tahun hidupnya.

Tentu saja banyak sekali hambatan dan tantangan yang dihadapi Jim Carey dalam perjalanannya menuju ke puncak bintang. Banyak sekali momen saat dia ragu dan merasa tidak percaya diri, akankah dia dapat menjadi bintang film yang terkenal suatu hari nanti.

Kemudian dia meningkatkan cara fokusnya dengan menggunakan teknik visualisasi. Dia menulis cek sebesar 10 juta dolar dan memberi tanggal tertentu di masa depan, dan menyimpan cek itu di saku bajunya.

Ketika dia merasa ragu dan jatuh, ketika dia mengalami saat-saat yang berat, dia akan pergi ke tempat yang sunyi di atas bukit dan memandang kota Los Angeles dan membayangkan dirinya adalah seorang bintang besar di Hollywood. Kemudian dia membaca kembali cek yang ditulisnya sebagai pengingat akan takdirnya sebagai bintang besar suatu hari nanti.

Hal menarik dari kisah hidup Jim Carey adalah beberapa tahun setelah dia menulis cek tersebut, dia menandatangani kontrak perjanjian senilai lebih dari sepuluh juta dolar untuk membintangi film The Mask. Tanggalnya? hampir sama dengan tanggal yang ditulisnya dalam cek yang dia simpan terus selama ini.

Apa yang bisa kita petik dari kisah Jim Carey adalah pertama kita harus fokus pada kekuatan atau kelebihan kita. Kedua nyatakan keinginan atau impian kita dalam bentuk visualisasi (tulisan, gambar, dll) dengan target atau sasaran dan jangka waktu yang jelas. Ketiga adalah latihan atau kerja keras untuk meningkatkan atau mengembangkan kekuatan dan kelebihan kita sehingga melebihi siapapun dalam talenta atau bakat tersebut. Tidak ada keunggulan tanpa latihan atau kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus selama bertahun-tahun.

Antara Bakat, Pengetahuan, dan Keterampilan (talents – knowledge – skills)

Kekuatan atau kelebihan kita merupakan gabungan dari ketiga hal tersebut, yaitu bakat, pengetahuan, dan keterampilan. Apakah bedanya bakat, pengetahuan, dan keterampilan. Bakat adalah pola pikir, perasaan, atau perilaku alami yang kita miliki. Pengetahuan adalah fakta-fakta dan pelajaran yang kita pelajari dalam hidup ini. Keterampilan adalah hal-hal atau langkah-langkah yang kita kuasai karena kita melatih atau melakukannya secara terus-menerus.

Sebagai contoh, seseorang memiliki bakat atau talenta di bidang musik. Jika dia terus belajar (misalnya menulis dan membaca not balok atau belajar cara komposisi misalnya), kemudian juga dia berlatih terus secara konsisten minimal 6 jam sehari selama lebih dari sepuluh tahun, dan senantiasa fokus pada bidang tersebut, dapat dipastikan dia akan menjadi musisi yang terkenal.

Apakah Bakat Itu?

Bakat sering dijelaskan sebagai ” suatu kemampuan atau kebisaan alami”, tetapi para penulis buku Now, Discover Your Strengths mendefinisikan talenta atau bakat sebagai ” suatu pola yang terus menerus berulang dari pikiran, perasaan atau perilaku seseorang yang dapat diterapkan secara produktif.” Jadi jika misalnya anda adalah orang yang selalu ingin bertanya, maka hal tersebut merupakan talenta anda.

Beberapa contoh yang dimaksudkan dengan bakat oleh para penulis buku tersebut antara lain: inquisitive, competitive, persistent, responsible bahkan sifat-sifat negatif seperti obstinate (keras kepala), nervous, bahkan penyakit seperti dyslexia (kesulitan dalam merangkai kata-kata yang sulit) merupakan talenta jika kita justru dapat mendayagunakannya secara produktif dalam membantu kita meningkatkan unjuk kerja kita.

Aspek Apakah yang Dapat Kita Ubah? Pengetahuan dan Keterampilan

Jika talenta adalah pemberian alami yang dianugerahkan Tuhan kepada kita, pengetahuan dan keterampilan adalah aspek dalam kekuatan kita yang dapat kita perbaiki, kita tambah dan kita tingkatkan. Ada dua jenis pengetahuan, yaitu: factual knowledge dan experiential knowledge (pengetahuan faktual dan pengetahuan yang berdasarkan pengalaman).

Pengetahuan faktual adalah pengetahuan dasar yang harus dimiliki seseorang untuk mempelajari atau menguasai suatu bidang tertentu. Misalnya Anda belajar bahasa, pengetahuan faktual yang harus dimiliki adalah vocabulary atau arti setiap kata dalam bahasa yang kita pelajari.

Pengetahuan jenis kedua yang harus kita kuasai biasanya tidak diajarkan di sekolah atau tidak ditemukan dalam buku panduan. Pengetahuan ini tumbuh dan berkembang dari pengalaman karena kita melakukan pekerjaan atau mempraktekkan pengetahuan faktual yang kita miliki. Setiap situasi atau kondisi menawarkan peluang untuk menambah pengetahuan eksperiensial kita, sedangkan setiap proses belajar menambah pengetahuan faktual kita.

Keterampilan merupakan pengetahuan eksperiensial yang dilakukan secara berulang dan terus-menerus secara terstruktur sehingga membentuk kebiasaan dan kebisaan baru seseorang.

Jadi akhirnya yang disebut dengan kekuatan (strengths) kita yang dapat menjadikan kita yang terbaik dalam bidang tertentu adalah gabungan dari adanya bakat, pengetahuan yang memadai, dan keterampilan karena berlatih secara konsisten dalam jangka panjang. Masalahnya adalah banyak dari kita tidak mengetahui apa sebenarnya bakat atau kekuatan kita. Hal inilah yang menjadi tema utama buku Now, Discover Your Strengths.

Kedua penulis atau organisasi mereka, the Gallup International Research & Education Center, telah menciptakan suatu program revolusioner untuk membantu para pembacanya mengidentifikasi talenta atau bakat mereka, mengembangkannya menjadi daya kekuatan, dan mencapai unjuk kerja yang konsisten dan mendekati sempurna.

Inti dari buku tersebut adalah StrengthsFinder® Profile yang berbasis internet yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi talenta seseorang. Program tersebut memperkenalkan sebanyak 34 tema dominan dengan ribuan kemungkinan kombinasi yang membentuk kekuatan atau kelebihan seseorang.

Dalam mengembangkan program tersebut, Gallup telah melakukan pengamatan dan riset terhadap lebih dari dua juta individual selama lebih dari 30 tahun penelitian. Hasil riset ini akan membantu kita untuk dapat mengenali talenta kita dan fokus sehingga kita dapat mencapai unjuk kerja yang mendekati sempurna secara konsisten (consistent, near-perfect performance).

Untuk dapat mengidentifikasi talenta kita, maka kita harus terlebih dulu mengetahui nomer identifikasi (ID number) yang ada di balik sampul buku tersebut, yang merupakan kunci akses kepada program StrengthsFinder® Profile yang bisa kita akses melalui internet. Jika kita sudah mengetahui tema kepribadian kita – apakah kita termasuk Achiever, Activator, Futuristic, Strategic, atau Maximizer – kita akan dapat mempelajari bagaimana mendayagunakan talenta tersebut untuk mengembangkan dan membangun kekuatan yang menjadikan kita berhasil dalam setiap bidang apapun yang sesuai dengan kekuatan kita tersebut.

Izinkanlah saya menceritakan sebuah kisah yang saya kutip dari buku karangan Anthony de Mello, S.J. yang berjudul Awareness sebagai berikut:

Seorang lelaki pada suatu hari menemukan sebuah telur burung rajawali dan dia meletakkan telur itu bersama dengan telur-telur ayam di sarang seekor induk ayam peliharaan yang sedang mengeram. Telur itu menetas bersama telur ayam yang lain, dan anak burung itu tumbuh bersama anak-anak ayam diasuh oleh induk ayam itu.

Selama hidupnya burung rajawali itu bertingkah laku seperti ayam, dan menganggap dirinya ayam peliharaan. Dia mengais tanah untuk mencari cacing dan serangga. Dia berkotek dan berkokok. Dia akan mengepak-ngepakkan sayapnya dan terbang beberapa meter di udara.

Tahun berlalu dan burung rajawali itu menjadi tua. Suatu hari dia melihat seekor burung yang sangat gagah terbang di angkasa yang tak berawan. Burung itu melayang dengan anggun dan berwibawa dalam hembusan angin yang kuat, dia hanya membentangkan sayapnya dan jarang sekali menggerakkan sayapnya itu.

Rajawali tua itu terpesona memandang ke atas. ” Siapakah itu?”, tanyanya.

” Itu adalah burung rajawali, raja dari segala burung,” kata ayam yang ada didekatnya. ” Dia penghuni langit dan kita penghuni bumi, kita adalah ayam.” Demikianlah rajawali itu hidup terus dan mati sebagai seekor ayam, karena begitulah anggapan tentang dirinya.

Demikan pula kita seringkali tidak menyadari potensi terbaik atau talenta yang diberikan Tuhan kepada kita. Jika kita dapat mengenali dan menemukan talenta tersebut, yang perlu kita lakukan adalah senantiasa terus menerus mengembangkan talenta tersebut melalui proses pembelajaran terus menerus (continuous learning) dan berlatih dengan keras sampai kita mencapai consistent, near-perfect performance.

KEPALA IKAN

Alkisah pada suatu hari, diadakan sebuah pesta emas peringatan 50 tahun pernikahan sepasang kakek -nenek. Pesta ini pun dihadiri oleh keluarga
besar kakek dan nenek tersebut beserta kerabat dekat dan kenalan.

Pasangan kakek-nenek ini dikenal sangat rukun, tidak pernah terdengar oleh siapapun bahkan pihak keluarga mengenai berita mereka perang mulut. Singkat kata mereka telah mengarungi bahtera pernikahan yang cukup lama bagi kebanyakan orang. Mereka telah dikaruniai anak-anak yang sudah dewasa dan mandiri baik secara ekonomi maupun pribadi. Pasangan tersebut merupakan
gambaran sebuah keluarga yang sangat ideal.

Disela-sela acara makan malam yang telah tersedia, pasangan yang merayakan peringatan ulang tahun pernikahan mereka ini pun terlihat masih sangat
romantis. Di meja makan, telah tersedia hidangan ikan yang sangat menggiurkan yang merupakan kegemaran pasangan tersebut. Sang kakek pun, pertama kali melayani sang nenek dengan mengambil kepala ikan danmemberikannya kepada sang nenek, kemudian mengambil sisa ikan tersebut untuknya sendiri.

Sang nenek melihat hal ini, perasaannya terharu bercampur kecewa dan heran.

Akhirnya sang nenek berkata kepada sang kakek:

"Suamiku, kita telah melewati 50 tahun bahtera pernikahan kita. Ketika engkau memutuskan untuk melamarku, aku memutuskan untuk hidup bersamamu dan menerima dengan segala kekurangan yang ada untuk hidup sengsara denganmu walaupun aku tahu waktu itu kondisi keuangan engkau pas-pasan. Aku menerima hal tersebut karena aku sangat mencintaimu. Sejak awal pernikahan kita, ketika kita mendapatkan keberuntungan untuk dapat menyantap hidangan
ikan, engkau selalu hanya memberiku kepala ikan yang sebetulnya sangat tidak aku suka, namun aku tetap menerimanya dengan mengabaikan
ketidaksukaanku tersebut karena aku ingin membahagiakanmu.
Aku tidak pernah lagi menikmati daging ikan yang sangat aku suka selama masa pernikahan kita. Sekarangpun, setelah kita berkecukupan, engkau tetap memberiku hidangan kepala ikan ini. Aku sangat kecewa, suamiku. Aku tidak tahan lagi untuk mengungkapkan hal ini."

Sang kakek pun terkejut dan bersedihlah hatinya mendengarkan penuturan sang nenek. Akhirnya, sang kakek pun menjawab:
"Istriku, ketika engkau memutuskan untuk menikah denganku, aku sangat bahagia dan aku pun bertekad untuk selalu membahagiakanmu dengan memberikan yang terbaik untukmu. Sejujurnya, hidangan kepala ikan ini adalah hidangan
yang sangat aku suka. Namun, aku selalu menyisihkan hidangan kepala ikan ini untukmu, karena aku ingin memberikan yang terbaik bagimu. Semenjak menikah denganmu, tidak pernah lagi aku menikmati hidangan kepala ikan yang
sangat aku suka itu. Aku hanya bisa menikmati daging ikan yang tidak aku suka karena banyak tulangnya itu. Aku minta maaf, istriku."

Mendengar hal tersebut, sang nenek pun menangis. Merekapun akhirnya berpelukan. Percakapan pasangan ini didengar oleh sebagian undangan yang
hadir sehingga akhirnya merekapun ikut terharu.

MORAL OF THE STORY:
Kadang kala kita terkejut mendengar atau mengalami sendiri suatu hubungan
yang sudah berjalan cukup lama dan tidak mengalami masalah yang berarti,
kandas di tengah-tengah karena hal yang sepele, seperti masalah pada cerita
di atas. Kualitas suatu hubungan tidak terletak pada lamanya hubungan tersebut, melainkan terletak sejauh mana kita mengenali pasangan kita
masing-masing
. Hal itu dapat dilakukan dengan komunikasi yang dilandasi
dengan keterbukaan. Oleh karena itu, mulailah kita membina hubungan kita
berlandaskan pada kejujuran, keterbukaan dan saling menghargai satu sama lain. Seperti sudahkah TAHU DIRI SENDIRI dan TAHU PASANGAN kita?

Cats in the craddle (I wanna be like you, Dad....)


Suatu hari suami saya rapat dengan beberapa rekan bisnisnya yang kebetulan
mereka sudah mendekati usia 60 tahun dan dikaruniai beberapa orang
cucu. Di sela-sela pembicaraan serius tentang bisnis, para kakek yang
masih aktif itu sempat juga berbagi pengalaman tentang kehidupan
keluarga di masa senja usia.

Suami saya yang kebetulan paling muda dan masih mempunyai anak balita, mendapatkan pelajaran yang sangat berharga, dan untuk itu saya merasa berterima kasih kepada rekan-rekan bisnisnya tersebut. Mengapa? Inilah kira-kira kisah mereka.

Salah satu dari mereka kebetulan akan ke Bali untuk urusan bisnis, dan minta
tolong diatur tiket kepulangannya melalui Surabaya karena akan singgah
kerumah anaknya yang bekerja di sana .

Di situlah awal pembicaraan "menyimpang" dimulai. Ia mengeluh,

" Susah anak saya ini, masak sih untuk bertemu bapaknya saja sulitnya bukan main."

"Kalau saya telepon dulu, pasti nanti dia akan berkata jangan datang sekarang
karena masih banyak urusan. Lebih baik datang saja tiba-tiba, yang
penting saya bisa lihat cucu."

Kemudian itu ditimpali oleh rekan yang lain.

"Kalau Anda jarang bertemu dengan anak karena beda kota , itu masih dapat dimengerti," katanya.

"Anak saya yang tinggal satu kota saja, harus pakai perjanjian segala kalau ingin bertemu."

"Saya dan istri kadang-kadang merasa begitu kesepian, karena kedua anak saya jarang berkunjung, paling-paling hanya telepon."

Ada lagi yang berbagi kesedihannya, ketika ia dan istrinya mengengok anak
laki-lakinya, yang istrinya baru melahirkan di salah satu kota di
Amerika.

Ketika sampai dan baru saja memasuki rumah anaknya, sang anak sudah bertanya,"Kapan Ayah dan Ibu kembali ke Indonesia ?"

"Bayangkan! Kami menempuh perjalanan hampir dua hari, belum sempat istirahat sudah ditanya kapan pulang."

Apa yang digambarkan suami saya tentang mereka, adalah rasa kegetiran dan
kesepian yang tengah melanda mereka di hari tua. Padahal mereka adalah
para profesional yang begitu berhasil dalam kariernya.

Suami saya bertanya, "Apakah suatu saat kita juga akan mengalami hidup
seperti mereka?" Untuk menjawab itu, saya sodorkan kepada suami saya
sebuah syair lagu berjudul Cat's In the Cradle karya Harry Chapin.
Beberapa cuplikan syair tersebut saya terjemahkan secara bebas ke dalam
bahasa Indonesia agar relevan untuk konteks Indonesia .

Serasa kemarin ketika anakku lahir dengan penuh berkah. Aku harus siap
untuknya, sehingga sibuk aku mencari nafkah sampai 'tak ingat kapan
pertama kali ia belajar melangkah. Pun kapan ia belajar bicara dan
mulai lucu bertingkah.

Namun aku tahu betul ia pernah berkata,

"Aku akan menjadi seperti Ayah kelak"

"Ya betul aku ingin seperti Ayah kelak"

"Ayah, jam berapa nanti pulang?"

"Aku tak tahu 'Nak, tetapi kita akan punya waktu bersama nanti, dan tentu saja kita akan mempunyai waktu indah bersama"

Ketika saat anakku ulang tahun yang kesepuluh; Ia berkata,

"Terima kasih atas hadiah bolanya Ayah, wah ... kita bisa main bola bersama. Ajari aku bagaimana cara melempar bola"

"Tentu saja 'Nak, tetapi jangan sekarang, Ayah banyak pekerjaan sekarang"

Ia hanya berkata, "Oh ...."

Ia melangkah pergi, tetapi senyumnya tidak hilang, seraya berkata, "Aku akan seperti ayahku. Ya, betul aku akan sepertinya"

"Ayah, jam berapa nanti pulang?"

"Aku tak tahu 'Nak, tetapi kita akan punya waktu bersama nanti, dan tentu aja kita akan mempunyai waktu indah bersama"

Suatu saat anakku pulang ke rumah dari kuliah; Begitu gagahnya ia, dan aku
memanggilnya, "Nak, aku bangga sekali denganmu, duduklah sebentar
dengan Ayah"

Dia menengok sebentar sambil tersenyum,"Ayah, yang aku perlu sekarang adalah meminjam mobil, mana kuncinya?"

"Sampai bertemu nanti Ayah, aku ada janji dengan kawan"

"Nak, jam berapa nanti pulang?"

"Aku tak tahu 'Yah, tetapi kita akan punya waktu bersama nanti dan tentu saja kita akan mempunyai waktu indah bersama"

Aku sudah lama pensiun, dan anakku sudah lama pergi dari rumah;

Suatu saat aku meneleponnya. "Aku ingin bertemu denganmu, Nak"

Ia bilang, "Tentu saja aku senang bertemu Ayah, tetapi sekarang aku tidak
ada waktu. Ayah tahu, pekerjaanku begitu menyita waktu, dan anak-anak
sekarang sedang flu. Tetapi senang bisa berbicara dengan Ayah, betul
aku senang mendengar suara Ayah"

Ketika ia menutup teleponnya, aku sekarang menyadari; Dia tumbuh besar persis seperti aku; Ya betul, ternyata anakku "aku banget".

Rupanya prinsip investasi berlaku pula pada keluarga dan anak. Seorang investor yang berhasil mendapatkan return yang tinggi, adalah yang selalu peduli dan menjaga apa yang
diinvestasikannya. Saya sering melantunkan cuplikan syair tersebut
dalam bahasa aslinya,

"I'm gonna be like you, Dad, you know I'm gonna be like you",

kapan saja ketika suami saya sudah mulai melampaui batas kesibukannya.

Jumat, 07 November 2008

Kura-kura dan Kelinci

Apa yang mereka pelajari tentang kerja sama kelompok.

Setiap orang pasti tahu tentang kisah tentang kura-kura dan kelinci. Apa yang kebanyakan orang tidak mengetahui adalah pelajaran yang berharga tentang kerja sama kelompok dalam cerita tersebut.

Zaman dahulu, ada kura-kura dan seekor kelinci yang berdebat tentang siapa lebih cepat. Mereka yang akhirnya putuskan untuk berlomba.

Begitu perlombaan dimulai, kelinci melesat di depan dengan cepat untuk sekali.. Menyadari bahwa kura-kura akan butuh waktu yang lama untuk mengejarnya, maka kelinci mencari pohon untuk berteduh. Ketika dia jatuh terlelap, kura-kura dengan pasti menyusulnya dan memenangi perlombaan. Kelinci terbangun dan menyadari dia telah kalah ketika kura-kura memasuki garis akhir.

Moral dari kisah tersebut adalah: KERJA KERAS dan KONSISTEN akan memenangi KECEPATAN tapi CEPAT PUAS DIRI.

Kisah berlanjut:

Kelinci yang menyadari kekalahannya, meminta pertandingan ulang, dan kura-kura menerima tantangan ini.

Sekarang, kelinci dengan segenap kekuatannya berlomba dengan tidak berhenti sampai di garis akhir memenangi pertandingan.

Moral dari kisah ini: CEPAT & KONSISTEN pasti memenangi LAMBAT tapi MANTAP.

Tetapi kisah ini belum berakhir:

Sekarang, kura-kura merenungi dan menyadari bahwa kalau kelinci tidak berhenti maka tidak ada harapan dia bisa memenangi pertandingan. Oleh karena itu kura-kura mengajak bertanding di tempat dan rute yang berbeda. Dan tentu saja kelinci menyambutnya.

Dengan belajar dari pengalaman terdahulu, maka kelinci segera lari dan terus lari hingga akhirnya dia terpaksa harus berhenti di tepi sungai karena tidak bisa berenang dan juga tidak ada jembatan disekitarnya. Dan kura-kura menyusulnya kemudian berenang sampai ke garis akhir diseberang sungai di hadapan kelinci.

Moral dari kisah ini: KETAHUI KEKUATAN-KEKUATANMU dan terima tantangan dimana kemampuan terkuat engkau miliki.

Kisah ini masih diteruskan lagi:

Mengingat mereka sekarang sudah sering ketemu dan menghabiskan waktu bersama-sama saat bertanding, maka mereka menjadi sahabat yang baik, saling menghormati bahwa mereka memang berbeda dan masing-masing memiliki keunggulan-keunggulan yang berbeda-beda. Dan kali ini mereka memutuskan untuk berlomba lagi, hanya sekarang sebagai satu regu.

Begitu perlombaan dimulai, kelinci segera membopong kura-kura dan berlari cepat hingga tiba di tepian sungai, dimana kura-kura gantian yang membawa kelinci menyeberangi sungai sampai di tepi seberang sungai yaitu di garis akhir secara bersama-sama. Mereka menyelesaikan pertandingan dengan kepuasan yang luar biasa karena bisa begitu cepatnya waktu yang dicapai dibandingkan bila mereka harus berlomba sendiri-sendiri.

Moral dari kisah ini: Adalah baik dan bagus bila secara individu seseorang itu begitu cemerlang dan mempunyai kemampuan-kemampuan utamanya (kompetensi) yang sangat kuat. Tetapi kebanyakan dari kita yang bekerja sendiri cenderung bekerja dibawah prestasi rata-rata, karena pasti akan ada situasi dimana selalu ada yang kurang baik kita lakukan dilakukan orang lain dengan lebih baik. Kecuali kita mampu mengkombinasikan kemampuan tersebut ke dalam suatu regu.

Kerja sama kelompok terutama adalah kepemimpinan situasional, yang membiarkan seseorang dengan kompetensinya memimpin berdasarkan situasi. Menjadi anggota kelompok yang mendukung adalah mutlak untuk keberhasilan kelompok.

Ada lagi pelajaran dari kerja sama kelompok dalam kisah ini, yaitu tidak ada satupun dari peserta yang menyerah atas kegagalannya. Kelinci memutuskan untuk kerja lebih keras dan berusaha atas kegagalannya. Kura-kura mengubah strategi karena walaupun dia sudah habis-habisan, tapi masih belum sesuai dengan yang diinginkan.


Bayangkan, berapa lamanya si kelinci harus belajar kursus berenang. Atau buat kura-kura untuk belajar lari cepat. Pada waktu dan usia sekarang dimana perubahan sangat cepat terjadi, kita harus belajar bersama orang-orang yang memiliki kekuatan dimana kita tidak miliki.

Sama juga didalam bisnis, bila kita bisa kolaborasi dengan orang-orang yang ahli dibidangnya yang kita tidak kuasai, kita akan menyadari bahwa pasar kita menjadi sangat besar.

Cerita ini diadaptasi dari penulis tak dikenal.

.

Serigala Baik VS Serigala Jahat

Kelompok etnis Cherokee adalah salah satu suku asli di Amerika Utara.

Berikut ini adalah dongeng tetua suku yang sedang mengajarkan kehidupan

kepada cucu lelakinya.

“Sebuah pertempuran terjadi di dalam diriku,” katanya kepada cucunya.

“Itu adalah pertempuran yang kejam antara dua ekor serigala.

Yang satu jahat – ia adalah kemarahan, iri hati, sakit hati, penyesalan, keserakahan, kesombongan, suka mengasihani diri sendiri, merasa bersalah,

mudah tersinggung, merasa rendah diri, kebohongan, harga diri yang rendah,

merasa hebat, dan egois.

Yang lain baik – ia adalah kebahagiaan, damai, cinta, harapan, ketentraman,

kerendahan hati, kejujuran, perhatian, dan kepercayaan.

Pertempuran yang sama juga terjadi dalam dirimu dan

di dalam diri setiap orang lain juga.”

Sang cucu memikirkan hal itu selama beberapa saat dan

kemudian bertanya kepada kakeknya,”Serigala mana yang menang, kek?”

Tetua suku Cherokee itu dengan tenang menjawab,

“Cucuku, tentunya yang kauberi makan.”



Serigala mana yang Anda beri makan? Keputusan ada di tangan Anda.

Dalam buku A Course in Miracles dikatakan bahwa,

“Setiap keputusan adalah pilihan antara CINTA dan KETAKUTAN.”

Seyogianya kita membuat pilihan atas cinta, dengan memberi makan serigala kedua. Namun, kemanusiaan kita yang lemah menggoda kita untuk kembali membuat pilihan berdasarkan ketakutan. Kita pelihara serigala pertama.

Bukankah dunia ini kejam? Bukankah semboyan yg kita dengar,

'Si vis pacem, para bellum', jika ingin berdamai, bersiaplah untuk perang?

Teramat sering guru dan ortu memicu dan memacu semangat persaingan yang keliru kepada anak2 kita. Kita mendidik mereka agar menjadi jawara dengan mengalahkan semua orang. Seolah hidup ini hanya berarti bagi yang bisa menjadi nomor wahid.

Bukankah lebih baik, jika

" kita bersaing dengan prestasi diri terakhir dan bekerja sama dengan orang lain?”

Jika nilai ulangan mat terakhir anak Anda 7, kobarkan semangatnya agar ulangan berikut minimal 8. Itu bagus.Tapi tidak perlu Anda memaksa dia tidak tidur semalam untuk memusuhi dan mengalahkan teman yg tanpa belajar pun dapat 10. Anjurkan dia bersahabat baik dengan siapa pun. Siapa tahu berkat persahabatan dengan si pandai itu,

anak Anda mendapat penjelasan yg lebih memuaskan dp penjelasan guru?

Beranikah kita mencoba mengajarkannya kepada anak2 kita?

Setiap keputusan adalah pilihan, antara cinta dan ketakutan.

Semoga bermanfaat!

Have a nice weekend !

pH60

Kamis, 30 Oktober 2008

The Temperament Factor: Who's Best Suited to the Job?

The Temperament Factor: Who's Best Suited to the Job?
(Obama VS Mc Cain)

By Nancy Gibbs Wednesday, Oct. 15, 2008
http://www.time.com/time/politics/article/0,8599,1850921,00.html


Of all the false intimacies of modern life, the promise of a presidential campaign may be the most misleading. We think we know these men well enough to judge them. They come into our living rooms every night, plying us with insight and confession; we know the prayers they say and the beer they drink, their tics, their tastes, their talismans.

But both John McCain and Barack Obama insist that there are things a campaign can't tell you about the temperament of an aspiring President. "Who is the real Barack Obama?" McCain asks, as he runs ads attacking his opponent's "bad instincts" and dangerous lack of judgment. Obama argues the reverse: You can't trust McCain because the one thing you know is that you never know what he'll do next. He's an impulsive hothead who is "erratic in a crisis." Is that really the guy you want steering through a storm?

That Obama's fortunes rose as the markets sank shows how central temperament has become in the homestretch of the presidential race. Only weeks ago, you might have expected that McCain's greater experience and his courage in the clutch would lift him as a leader in a moment of crisis. Yet the turn of the polls suggests the reverse; without taking a dramatically different approach on substance, Obama won this round on style and disposition. Both candidates supported the bailout, and both call for tax cuts and policing of markets, but in tenor, they were polar opposites. Temperament is in the eye of the voter. Is one response evidence of composure and self-possession — or of being too laid-back and unassertive? Is the other response a sign of urgency and decisiveness or a frantic lack of control?

A funny thing happens when you sit down with historians and ask them what presidential temperament is and when it matters and whether voters make a mistake to let it count for much. What emerges is that temperament is as elusive as it is essential. George W. Bush probably wasn't lying in the 2000 campaign when he promised a humble foreign policy. He just had no idea what was coming. F.D.R. probably was lying when he promised the anxious parents of 1940 that "your boys are not going to be sent into any foreign wars." Always be sincere, Harry Truman said, even if you don't mean it. The presidency is less an office than a performance: Who saw the gloom and glower behind Eisenhower's incandescent grin? This is why temperament descends easily into caricature: the feisty Give-'Em-Hell Harry, the cool-as-crystal Kennedy, the Vesuvian Lyndon Johnson. "We've taken temperament and turned it," warns presidential historian Richard Norton Smith of George Mason University, into "vaudeville."

So at this crucial moment, what do we make of the two men before us, the passionate Maverick and the cool-handed Hopemonger, Mr. Fire and Mr. Ice? Does the crucible of a campaign actually give you a glimpse of their souls? And does anything that happens on the trail have any bearing on what would happen after they take the oath of office?

Find the rest at:

http://www.time.com/time/politics/article/0,8599,1850921,00.html