Total Tayangan Halaman

Entri Populer

Kamis, 30 Oktober 2008

The Temperament Factor: Who's Best Suited to the Job?

The Temperament Factor: Who's Best Suited to the Job?
(Obama VS Mc Cain)

By Nancy Gibbs Wednesday, Oct. 15, 2008
http://www.time.com/time/politics/article/0,8599,1850921,00.html


Of all the false intimacies of modern life, the promise of a presidential campaign may be the most misleading. We think we know these men well enough to judge them. They come into our living rooms every night, plying us with insight and confession; we know the prayers they say and the beer they drink, their tics, their tastes, their talismans.

But both John McCain and Barack Obama insist that there are things a campaign can't tell you about the temperament of an aspiring President. "Who is the real Barack Obama?" McCain asks, as he runs ads attacking his opponent's "bad instincts" and dangerous lack of judgment. Obama argues the reverse: You can't trust McCain because the one thing you know is that you never know what he'll do next. He's an impulsive hothead who is "erratic in a crisis." Is that really the guy you want steering through a storm?

That Obama's fortunes rose as the markets sank shows how central temperament has become in the homestretch of the presidential race. Only weeks ago, you might have expected that McCain's greater experience and his courage in the clutch would lift him as a leader in a moment of crisis. Yet the turn of the polls suggests the reverse; without taking a dramatically different approach on substance, Obama won this round on style and disposition. Both candidates supported the bailout, and both call for tax cuts and policing of markets, but in tenor, they were polar opposites. Temperament is in the eye of the voter. Is one response evidence of composure and self-possession — or of being too laid-back and unassertive? Is the other response a sign of urgency and decisiveness or a frantic lack of control?

A funny thing happens when you sit down with historians and ask them what presidential temperament is and when it matters and whether voters make a mistake to let it count for much. What emerges is that temperament is as elusive as it is essential. George W. Bush probably wasn't lying in the 2000 campaign when he promised a humble foreign policy. He just had no idea what was coming. F.D.R. probably was lying when he promised the anxious parents of 1940 that "your boys are not going to be sent into any foreign wars." Always be sincere, Harry Truman said, even if you don't mean it. The presidency is less an office than a performance: Who saw the gloom and glower behind Eisenhower's incandescent grin? This is why temperament descends easily into caricature: the feisty Give-'Em-Hell Harry, the cool-as-crystal Kennedy, the Vesuvian Lyndon Johnson. "We've taken temperament and turned it," warns presidential historian Richard Norton Smith of George Mason University, into "vaudeville."

So at this crucial moment, what do we make of the two men before us, the passionate Maverick and the cool-handed Hopemonger, Mr. Fire and Mr. Ice? Does the crucible of a campaign actually give you a glimpse of their souls? And does anything that happens on the trail have any bearing on what would happen after they take the oath of office?

Find the rest at:

http://www.time.com/time/politics/article/0,8599,1850921,00.html

TIME 27Oct08: DOES TEMPERAMENT MATTER?

Sabtu, 25 Oktober 2008

Mencari Uang Atau Mencari Prestasi?

Mencari Uang Atau Mencari Prestasi?



http://www.andriewongso.com/awartikel-53-Artikel_Anda-Mencari_Uang_Atau_Mencari_Prestasi-

Oleh : William Wiguna

Sering kali kalau saya meng-interview seseorang karyawan baru khusus untuk departemen kami, senantiasa terlontar sebuah pertanyaan sangat menentukan sikap. Saya menanyakan, apa alasan ybs mau bekerja di perusahaan/departemen kami.

Jawaban sangat bervariasi dan sebagian besar menjawab dengan klise seperti "untuk menambah pengalaman", "menambah ilmu" dsb. Mereka biasanya setelah diberikan kesempatan untuk memperjelas alasan yang tepat, akhirnya ujung-ujungnya mengatakan "mencari uang".

Nah, disini saya selalu terkenang akan masa lalu dimana setelah lulus S1, saya tidak memiliki kesempatan untuk melanjutkan S2 karena memang kebutuhan akan uang tidak tercukupi bila harus memaksakan diri "mencari ilmu". Tetapi saya berhasil "menghibur diri" dengan menggunakan alasan logika, bahwa dimana tempat saya bekerja dan berkarir adalah S2 saya dan begitu seterusnya karena keinginan saya untuk mau terus belajar entah sampai kapan...

Kembali dengan interview, mereka biasanya mencoba merenungkan ide saya sbb: Bagaimana bila Anda merefleksikan sikap "mencari uang" itu kedepan. Mereka saya ijinkan memperkirakan apa yang dijawab seorang maling yang diinterogasi oleh polisi. Ya mungkin dengan cara yang lebih keras supaya sang tawanan tsb menjawab "mengapa mencuri". Tentu saja mereka dan Anda juga bisa menjawabnya dengan mudah bukan? Mereka "butuh/mencari uang" untuk hidup...

Saya selalu mencoba mengingatkan, bahwa tentu saja ucapan "mencari uang" tidak salah, tetapi akan menjadi bumerang bila mereka ucapkan dengan penuh motivasi yang serius atau menjadi keinginan! Otak kita sangat pintar, sehingga bila ada instruksi/motivasi yang masuk dengan sadar dan tidak sadar otak kita akan bekerja dengan keras mengejar target tersebut, misalnya "mencari uang". Maka amat sangat mungkin tahap-tahap yang terjadi bisa saja sbb: mulai menghitung-hitung untung-rugi antara gaji dan jam kerja, meng-korupsi waktu dan akhirnya materi. Hal ini biasanya akan menimbulkan stress yang tidak sehat. Otak kita akhirnya me"rekomendasi"kan atau "tidak bisa lagi membedakan" mana uang pribadi dan uang perusahaan.

Dan biasanya Boss/Owner Perusahaan pastilah bukanlah orang bodoh, dia justeru akan main lebih sadis dengan perhitungan untung-rugi dengan karyawan. Bisa ditebak juga bukan bila hal ini terjadi siapa yang bakal lebih "pintar" yang bakal mendapatkan keuntungan? Bila pun didapat, bukankah itu dari hasil yang tidak FAIR? Dan bila sang karyawan dan pimpinan jadi "adu ulet" maka bisa dibayangkan sirkuit lingkaran setan yang dibentuk.

Biasanya, sang karyawan baru akan tercenung, dan disinilah saya membagikan tips agar sang karyawan bisa lebih berdaya guna:

Saya menceritakan kasus saya ketika ingin belajar lebih lanjut tapi nggak punya uang seperti diatas, lalu bertekad belajar dimanapun saya mendapat kesempatan. Dan biasanya saya ajak sang karyawan mau belajar atau tidak dengan tips ini.

Di tempat kerja atau "kampus" baru ini sang karyawan adalah "siswa" dan saya menjadi pembimbing/guru yang bertanggung jawab atas karir/study ybs. Karena toh, dimana-mana ya memang seorang pemimpin harus mengajar dan membimbing bukan? Bila ybs berprestasi, akan disediakan Promosi dan kemungkinan "naik kelas". Bagi para Pemimpin, poin ini sering dilepas, dia mengajar tetapi tidak mengikat sang karyawan untuk tetap semangat belajar selama masih bersama-sama.

Menggunakan logika, bahwa karena ybs belajar maka mendapatkan istilah "uang jajan" sebagai pengganti istilah "gaji". Dari poin ini saja otak kita rasanya langsung lebih lega karena tidak lagi berhitung-hitungan dengan input-output kerja. Bahkan di "kampus" baru ini ybs tidak perlu membayar uang kuliah tetapi justeru menerima seluruh perangkat "belajar"nya dia seperti: seragam, komputer, ruangan dsb.

Selalu saya tanyakan, apakah uang jajan saat sekolah/kuliah lebih besar atau tidak dengan "uang jajan" yang dia terima di "kampus" ini. Untuk yang ini jawaban mereka 100% setuju bahwa "uang jajan" mereka sudah lebih baik.

Istilah "belajar" dan "kampus" baru buat seorang yang serius akan berdampak dahsyat seperti: kita akan menemukan bahwa otak kita bila sedang belajar akan menciptakan prestasi-prestasi yang mustahil akan diberikan oleh orang yang bermotif mencari duit.

Terbukti bukan, saat dulu kita sekolah/kuliah, walaupun berantem atau dimarahin Guru, demi ilmu kita tetap masuk dengan semangat untuk lulus bukan? Bahkan untuk tim kami disinilah kami membuat prestasi saat dulu kuliah menjadi juara LKIP tingkat Nasional, padahal modal kami cuma satu BELAJAR.

Karyawan-karyawan di departemen kami mencapai rekor tertinggi dalam sejarah perusahaan, yaitu melakukan penjualan lebih dari 10 kali target!

Sebagian model seperti ini juga kami praktekkan di tempat dimana kami ber-organisasi, bahkan juga saat kami memberikan konseling dan program TRAIN the TRAINER. Bahwa semua anggota tim bisa lebih sukses dari pada saya sendiri dan karena tanpa pamrih, saya hanya bisa terus menyampaikan model "BELAJAR" seperti ini dimana pun dan pasti SUKSES. Salah seorang "office boy" kami telah menjadi National Sales Manager dalam waktu 10 tahun.

Sangat banyak alasan yang diberikan orang ketika mereka sudah capek-capek lulus kemudian dengan mudahnya mengganti motivasi yang benar dengan motivasi/keinginan mencari uang.

Coba renungkan, kalau Tuhan demikian besar dan dahsyat menurut ukuran orang-orang beriman, apakah layak motivasi utama seseorang bekerja adalah hanya "mencari uang"? Bukankah seharusnya bisa lebih baik dari makhluk lainnya yang memang dipersiapkan hanya untuk "mencari makan".
Saya banyak bertanya kepada para orang tua dan pembina rohani berbagai kalangan, ternyata ini adalah salah satu dosa turunan Feodalisme. Bayangkan setelah 350 tahun dijajah, inilah paradigma yang keluar dari para generasi tua kepada yang muda: "cepat belajar dan lulus supaya bisa cari uang"...

Mungkin, sekedar membandingkan, kalau sungguh2 para generasi tua maunya begitu, sebaiknya jangan sekolahkan mereka, karena tidak mungkin balik modal! Coba bayangkan, uang pangkal SD saja sudah 5-10 juta. Kuliah di UI saja butuh Rp. 150 juta. Sedangkan lulusan Sarjana sudah jamak bersedia dengan gaji di bawah UMR. Sebaiknya, mulai sekarang investkan uang pangkal/sekolah mereka dengan sesuatu buat mereka yang nanti langsung bisa jualan kalau sudah besar, seperti misalnya (maaf) warung.

OK, menurut saya, sudah waktunya OTAK kita diberikan tugas yang lebih mulia yaitu "BELAJAR". Karena saat seseorang belajar, prestasi pasti mengikuti. Dan saat belajar dan bekerja, maka setiap orang pasti menerima UPAH bukan? Jadi, ajak generasi sekarang memutuskan rantai/kuk "mencari uang" karena itu buat makhluk yang kesulitan memahami apa arti belajar. Tips Ini bagi yang sedang bekerja.

Nah, TIPS bagi yang sedang mencari kerja, coba renungkan baik-baik apa jawaban yang harus disiapkan bila di-interview, yaitu APA KEBUTUHAN ANDA YANG PASTI MENGUNTUNGKAN DAN TIDAK MERUGIKAN PERUSAHAAN?. Jangan lagi bersilat kata karena bila kita tidak siap mental, sang interview dengan mudah me"nekan" Anda sehingga Anda merasa sangat "murah" dimata sang interview. Bila ini yang terjadi, maka dalam proses transaksi, sulit untuk dikatakan kondisi tersebut "win-win".

Bila Anda masih kesulitan untuk membersihkan "suara-suara" yang meminta Anda untuk segera "mencari uang", perbanyaklah doa dan baca kitab suci kemudian bila sempat diskusikan dengan kami untuk dibantu mengenal Talenta-talenta yang Tuhan berikan sebagai saran pembelajaran dan pe-lipat-gandaan prestasi Anda di dunia ini.

Akhir kata, para rohaniwan selalu berkata, bahwa belajar itu adalah perintah dari Kitab-kitab Suci. Dan bekerja adalah IBADAH. Jadi renungkanlah, benarkah kita boleh "mencari uang" di dalam Ibadah Suci kita? Bukankah UPAH itu pasti diberikan ,bukan dicari, bagi yang BEKERJA (baca: BERIBADAH)?

The Groundswell Connection Becoming a Civilised Catalyst

Oleh Hermawan Kartajaya
http://kompas.com/read/xml/2008/10/12/02490494/the.groundswell.connection.becoming.a.civilised.catalyst

ADA sebuah buku bagus dan relatif baru yang membahas relasi antara
konsumen dan perkembangan Internet. Judulnya Groundswell. Buku ini
ditulis oleh dua analis dari Forrester Research, Charlene Li dan Josh
Bernoff.

Groundswell didefinisikan oleh kedua penulis sebagai tren sosial di
mana untuk mendapatkan kebutuhannya, orang lebih memilih mencarinya
dari orang lain ketimbang dari produsen atau toko. Hal ini dilakukan
dengan memanfaatkan kemajuan teknologi Internet. Contohnya saja situs
eBay. Di sini orang membeli barang dari orang lain, bukan dari toko.
Contoh lainnya adalah Linux. Sistem operasi ini diciptakan secara
gotong-royong oleh individu-individu, bukan oleh perusahaan besar
seperti Microsoft.

Buku ini memang mengupas panjang lebar fenomena groundswell. Salah
satu bagian yang paling menarik adalah segmentasi pelanggan
berdasarkan tingkat aktivitasnya dalam groundswell. Dalam buku ini,
segmentasi tersebut disebut sebagai Profil Social Technographics. Ada
6 profil, yaitu Creators, Critics, Collectors, Joiners, Spectators,
dan Inactives. Profil-profil ini sendiri digambarkan sebagai tangga.
Creators adalah anak tangga paling atas karena merupakan segmen yang
paling tinggi tingkat aktivitasnya, sementara Inactives berada paling
bawah karena merupakan segmen yang paling rendah tingkat aktivitasnya.

Secara ringkas, keenam profil Social Technographics tersebut sebagai
berikut. Creators adalah orang-orang yang paling-tidak sebulan sekali
menulis di blog-nya atau meng-upload video di YouTube. Critics adalah
orang-orang yang memberikan komentar pada blog atau memberikan
penilaian secara online terhadap suatu produk. Collectors adalah
orang-orang yang menyimpan berbagai informasi online pada satu situs,
misalnya menyimpan alamat-alamat situs favorit di situs Delicious.

Sementara Joiners adalah orang-orang yang punya profil di situs social
networking seperti Facebook untuk sekadar menjalin relasi. Spectators
adalah orang-orang yang sekadar membaca blog atau menonton video orang
lain. Dan yang terakhir, Inactives, adalah orang-orang yang tidak
melakukan aktivitas apa-apa walaupun ia sedang online.

Sekarang, seperti sudah saya tulis sebelumnya, untuk menjadi New Wave
Marketers berarti harus selalu melakukan Always-On Connection. Kalau
sekadar terkoneksi namun sifatnya Offline Connection , jangkauannya
akan terbatas. Sementara koneksi yang bersifat Offline & Online
Connection lebih baik, namun tidak bisa terlalu mendeteksi perubahan
lanskap yang berlangsung sangat cepat. Yang terbaik adalah Always-On
Connection. Ini berarti pemasar (baca: Company) selalu punya akses dan
selalu bisa memantau perkembangan terbaru dari 3C lainnya dalam
lanskap bisnis, yaitu Change Agents, Customers, dan Competitors,
dengan perantaraan Connector.

Nah, kembali ke profil Social Technographics tadi. New Wave Marketers
tidak cukup sekadar terkoneksi (Connected) dengan menjadi Joiners atau
malah Spectators saja. Ia harus berupaya untuk semakin naik menuju ke
anak tangga teratas, yaitu Creators. Ini berarti New Wave Marketers
harus aktif mengambil inisiatif untuk menjadi apa yang saya sebut
sebagai Catalyst.

Catalyst ini layaknya katalisator dalam reaksi kimia untuk mempercepat
proses. Artinya, sebuah merekâ€"baik itu merek produk ataupun merek
korporatâ€"yang melakukan corporate blogging harus mau menjadi katalis
pada perbincangan yang ada di lanskap New Wave. Dengan demikian, merek
tersebut berada pada satu tingkat yang sama dengan 3C lainnya tadi
dalam perbincangan yang terjadi.

Dan jangan lupa, lakukan semua itu dengan Civilised alias beradab.
Walaupun di Internet orang bisa melakukan apapun, termasuk memakai
nama samaran, melakukan fitnah, atau melontarkan komentar yang tidak
etis, tapi pada akhirnya hanya mereka yang beradab sajalah yang akan
tetap terjaga reputasinya dan terus dipercaya orang.

Inilah perkembangan pemasar dalam era New Wave Marketing. Untuk
sekadar bertahan hidup (survive), pemasar cukup sekadar terkoneksi
(connected). Ini berarti ia harus punya pengetahuan dan ketrampilan
teknis alias IQ yang baik. Sementara untuk bisa merasakan (sensing)
perubahan pada lanskap bisnis, pemasar harus jadi katalis (catalyst).
Berarti ia harus bisa memahami lingkungan sekitarnya alias harus punya
EQ yang baik. Dan yang terakhir, agar bisa terus berkembang dalam
jangka waktu yang panjang (sustainable), pemasar harus beradab
(civilised). Pemasar seperti ini punya nilai-nilai moral yang tinggi
alias SQ yang baik.

Maka, di era New Wave Marketing ini, jadilah pemasar yang bukan hanya
bisa menjalin relasi dengan orang lain, namun juga bisa mendeteksi
perubahan yang terjadi dan tetap mampu melakukan segala aktivitas
dengan cara-cara yang beradab.

TESTIMONI Para Pelanggan Care Plus Indonesia

Widi Keswianto SE,MM,AFP,FChFP
" Kita adalah Karunia Ciptaan Tuhan yang Luar Biasa yang sebenarnya
berteknologi tinggi & memiliki kekuatan daya Jelajah Tinggi sayangnya kita
tidak tau bagaimana menggunakannya,
Saya Bersyukur mengikuti Program Manajemen Perilaku Bpk Wiliam Wiguna, setelah saya
mengikuti Program tersebut saya dapat kebahagian dapat mengenal Karakter
Diri saya yang merupakan titik utama mengunakan kekuatan Super Dasyat yng
di ciptakan Tuhan, di program inipun saya bisa mengenal Karakter karakter
sosial yang lain sehingga selaku Leader yang memanaged langsung Ratusan
Financial Konsultan dan Manager ,bahkan saya memanaged Ribuan Financial
Konsultan di kantor sekarang saya dapat mudah menggerakan dan
berkomunikasi dengan mereka. Dan Hasil Program ini Luar Biasa terhadap
perkembangan Bisnis saya sekarang. Bravo Manajemen Perilaku !!

Drs Syonanto Wijaya, MA
President of President University

Saya sudah memakai Manajemen Perilaku dan hasilnya sangat menolong saya dalam mengenal diri sendiri dan orang-orang yang berhubungan dengan saya sehingga saya dapat mengembangkan diri dan organisasi yang saya pimpin dengan lebih baik. Sejak itu saya merekomendasikan banyak orang untuk menggunakan Manajemen Perilaku dan mereka sangat berterima kasih.

Rai Nyoman Wibawa Darma (Pru Harmoni Bali):
"William Sensei, terima kasih atas ilmu yang luar biasa. Kami percaya program ini akan membawa team kami ke puncak sukses, kami perlu minimal 1500 form (DISCovery) dalam 2009 ini. Dahsyat!"

Enny Salim (UM Pru Victory):
"...pasar benar2 butuh...Saya tadi prospek orang jadi agen, dia mau dan hari ini saya dapat 4 agen. Minggu ini total dapat 12 calon agen. Target saya 100 agen, 15 Milyar di tahun 2009, sekarang sudah dapat 25 agen baru Januari..."


"...MANAJEMEN PERILAKU dahsyat! Sy msk Facebook baru 36 hari yang add jadi teman saya sampai hari ini sudah 600 orang...Semua dilakukan pake teori MANAJEMEN PERILAKU...Dahsyat, Coach!
Widi Keswianto (AM Pru Victory):

Luar biasa, saya jadi mengenal diri saya dengan lebih baik. alasan mengapa saya tidak menjadi seperti orang lain karna saya adalah saya. saya berbeda dengan orang lain. terimakasih pak Wil. saya merekomendasikan ini untuk seluruh teman dan agen2 saya. be your self !!!!
Johan Djaja Senior Unit Manager INFIGY GROUP SENIOR PROFESSIONAL

"...saya sangat setuju dengan metode MANAJEMEN PERILAKU ini karena cukup akurat untuk memotret profile manusia"
Kustady Hanitio (HR Director SMD)
------------------
PT. Mitrasatriya Perkasautama (Group Mr. P)
Dear P'will,
The Behavioral Styles Management is quiet accurate & useful in analyzing employees, both current and future candidates. Looking forward to a succesful year ahead of working together with you.
Regards,
Francisco Budiman (Owner)
------------------
PRUDENTIAL AGENCIES

Dear Pak Will,
Program pelatihan MANAJEMEN PERILAKU ini sangat bermanfaat untuk mengetahui mengenai karakter diri sendiri dan juga karakter orang lain yang berkomunikasi dengan diri kita masing-masing.
Dengan MANAJEMEN PERILAKU ini, mampu meningkatkan efektifitas dalam berkomunikasi sehingga dalam pelaksanaannya, misalnya dalam kehidupan rumah tangga, antara suami-istri lebih mengenal satu sama lain dan kehidupan bisa berjalan lebih harmonis, sedangkan dalam dunia bisnis, kita mampu meningkatkan kerjasama antar tim dan mampu dengan baik mengetahui keinginan dari klien kita.
Secara umum, MANAJEMEN PERILAKU membenahi attitude kita dan secara lansung dapat memberikan pengaruh dalam kehidupan pribadi dan pekerjaan kita untuk hasil yang lebih luar biasa lagi...
Thanx..
Leonardus Rudy Arianto (UM Pru Infigy – Jakarta)
------------------
Pak William,
Saya akan memberi sedikit komentar atas manfaat program yg saya peroleh dari training MANAJEMEN PERILAKU ini adalah sangat luar biasa. MANAJEMEN PERILAKU melihat kepada diri kita masing-masing sebagai individu yg merupakan campuran empat watak dasar dan mendorong kita untuk mengenal saya yg sesungguhnya dari dalam sebelum berusaha mengubah
apa yg tampak pada permukaan.dan akan menunjukkan juga kpd kita
bagaimana cara memeriksa diri kita, bagaimana memoles kekuatan kita,
dan bagaimana cara mengikis kelemahan kita.barulah kita tahu
siapa diri kita dan mengapa kita bertindak seperti cara kita melakukannya,
setelah itu barulah kita memahami jiwa kita, meningkatkan kepribadian kita,
belajar menyesuaikan diri dg orang lain.
"Memang Tuhan telah melakukan hal-hal yg hebat bagi kita semua...."
Melalui program MANAJEMEN PERILAKU ini akan menghasilkan banyak orang-orang yg positif.
Semoga komentar saya ini bisa menggugah teman-teman untuk bisa mengikuti
program training MANAJEMEN PERILAKU untuk mengubah kehidupan Anda dan kehidupan
mereka yg Anda sayangi...menjadi lebih baik.
Salam Sukses,
Januri Abdi Ikwan (SAM Pru Karisma - Denpasar)
------------------
Pertama sekali kita bisa lebih mengenal diri dan saya tidak menyangka kalo hasilnya tepat dengan keadaan saya yang sesungguhnya. Tapi dengan mengetahui MANAJEMEN PERILAKU dan Behavior Style management jadi lebih bisa kontrol diri terutama dalam berhuungan dengan orang lain. Sehingga bisa menerima perbedaan yang ada di dalam diri orang lain. Dengan demikian maka akan dapat lebih memahami, mengerti, bisa bekerjasama dengan baik dengan segala perbedaan yang ada. Yang pada akhirnya dapat membantu orang di dalam organisasi untuk bertumbuh mencapai maksimal dengan tetap pada karakter yang masing2.
Luar biasa. Besar harapan saya bhw program ini dapat membantu tim untuk merebut kemenangan dari setiap anggota tim. Karena keberhasilan setiap anggota tim adalah kemengan bagi Tim secara keseluruhan (Group Brahmantini)
Terima kasih banyak pak William, Semoga Tuhan membalas semua kebaikan bapak.
Salam Sukses Luar Biasa.
Brahmantini (SAM Prudential Pru Victory - Jakarta)
------------------
Dear Pak William
Saya sudah terapkan dalam keseharian MANAJEMEN PERILAKU, terutama ke agent-agent. karena
sering praktekan jadi lebih gampang mengerti mereka dan ini jg saya
terapkan ke orang lain, teman, client, nasabah dengan hanya melihat cara
bicara dan gaya mereka secara garis besar saya bisa tahu mereka termasuk
tipe apa. dan ini memudahkan saya berkomunikasi dan menjalin hub yang
lebih baik. thanks sudah banyak membantu.
Khairiah (Prudential Pru Victory - Jakarta)
Setelah saya baca Hasil MANAJEMEN PERILAKU, ternyata saya tambah tahu bahwa: ITULAH SAYA.
Dan teman2 sayapun setelah baca mereka bilang : ITU GUA BANGET.
Setelah saya tahu Program ini, saya menjadi MENGERTI bahwa dengan penggunakan MANAJEMEN PERILAKU, maka KITA AKAN MENJADI LEBIH EFEKTIF DALAM KOMUNIKASI DENGAN ORANG LAIN.
BAGUS BANGET DEH !!!
Conny Indrawaty (AM Prudential Pru Spirit - Jakarta)
------------------
Dear Pak William,
Dengan adanya test MANAJEMEN PERILAKU sangat membantu diri kita dan orang2 disekitar kita (keluarga, rekan2 bisnis, dll) untuk lebih mengenal diri sendiri sehingga bisa menyadari dan menggunakan kekuatan dan kelemahan kita (bisa saling melengkapi & mengisi).
MANAJEMEN PERILAKU ini sangat bagus dilakukan oleh keluarga dan lingkungan bisnis kita karena bisa membuat hubungan jauh lebih baik dan harmonis.
Best Regards,
Lily Halim (SAM Prudential Pru Victory - Jakarta)
------------------
PT. KATAHATI INSTITUTE
Dear Pak William,
You true...90% akurat..
Thank you for your data..
Terimakasih ya Pak...
Success for you in the future..Bless U
with gratitute & light,
Veve Safitri
PT.Katahati Institute
Jl. Neptunus II / 9
Vila Cinere Mas
Jakarta 15419
ph.62.21.7407400
fx.62.21.7425219
www.quantumikhlas.com
------------------
TDW Resources
SANGAT BERMANFAAT... Bisa mengenali teman, pasangan dan yang paling penting bisa mengenal DIRI SENDIRI (Tung Desem Waringin – www.dahsyat.com)
------------------
khan1
dahsyat luar biasa... hanya dengan 24 pertanyaan, hasilnya luar biasa tepat. Bukan hanya saya sendiri tapi istri saya juga. cangih bener... thank's ya.
------------------
indahlautbiru
Saya bersyukur dapat mengenal MANAJEMEN PERILAKU yang telah memberikan kontribusi untuk mengenal, merubah dan memaksimalkan kepribadian sehingga lebih TAU DIRI. Salam sukses (Harry Aulia)
------------------
hilda
Saya terharu waktu baca hasilnya, it's d real me! Tidak sangka hasilnya bisa detail seperti itu, dari prestasi sampai hal yang membuat saya marah juga ketahuan, jadi seperti 'pisang dikupas kulitnya' he5, padahal waktu saya kerjakan testnya rasanya ada pertanyaan dalam hati 'apa bisa ya?' Ternyata ya, n saya rasa ini bisa membantu banyak orang untuk mengenal dirinya n orang lain lebih baik dan memilih karir yang sesuai dgn kemampuannya (Hilda Liem – Career Woman)
------------------
donikristianto
Luar biasa hanya dalam waktu hanya 2 jam, saya bisa tahu siapa diri saya sebenarnya sama persis seperti saya sebenarnya selama ini, ibarat saya bercermin pada kaca kehidupan saya, cermin itu 125% mirip dengan kepribadian saya, saya kaget dan tersentak akan hal ini. Siapapun anda gunakan metode ini untuk mengetahui secara cepat siapakah anda sebenarnya dan siapa pasangan tepat anda? Profisiat untuk program ini (Doni Kristianto - Property Owner)
------------------
PT. Metal One Indonesia
Terima kasih atas laporan yang diberikan. Saya sangat terkejut bahwa metode ini sangat akurat dalam meneropong pribadi saya. Saya pikir ini penting jika kita ingin merekrut seorang karyawan agar dapat diberikan posisi yang sesuai dan tepat. Saat ini saya bekerja sebagai akuntan tetapi dalam jangka dekat saya ditunjuk untuk menangani personel. Saya akan kembali berdiskusi dengan Bapak mengenai hal ini. Thank you and Best regards. (Eppy Hayanis PT. Metal One Indonesia)
------------------
iman kristen
Bertahun-tahun saya belajar mengenal diri saya, menelusuri seluk jiwa-batin diri saya. Bukan hanya buku-buku psikologi yang saya baca, buku-buku filsafat dan teologi pun saya baca dalam penelusuran diri saya ini. Dari perjalanan yang begitu lama ini, saya yakin bahwa saya mengenal diri saya. Yang tidak saya duga dan hampir tidak saya percayai adalah Metode Pengenalan Diri dengan Sistem D-I-S-C ini dapat mengenali diri saya HANYA DALAM 1 HARI. Saya hampir tidak percaya akan hal ini. Tapi, mata saya yang berkaca-kaca tatkala membaca hasil laporan lengkapnya membuat saya percaya, bahwa ternyata ada sebuah METODE KILAT yang ampuh teruji dalam mengenali diri kita. Terima kasih. Hasil kerja Anda ini sungguh sangat bermanfaat bagi banyak orang. Saya yakin akan hal ini (Rudy Bingtjoro – Owner)
------------------
bmgg
Pekerjaan pelayanan sangatlah berbeda dengan pekerjaan sekuler, dan sebagai pendeta, saya tentunya memandang bahwa pengetahuan akan karakter seseorang secara akurat dalam membentuk team pelayanan menjadi sangatlah penting. Tetapi bagaimana? Saya menemukannya dalam MANAJEMEN PERILAKU Assessment ini. (Pendeta di Bandung)
------------------
Judy Darmadie, PT. Telkom
Luar biasa sekali. Selanjutnya apakah saya mampu mengaplikasikannya, itu tantangan besar buat saya.
Pada dasarnya terlalu banyak hal yang telah saya peroleh dari seminar sehari yang lalu, dan saya fikir ilmu yang saya dapatkan bisa membawa "revolusi" dalam diri saya ketika hari itu saya bisa mengetahui gambaran tentang diri saya.
Saya berharap bisa menjadikannya sebagai kekuatan untuk meraih sukses kedepan, minimal beserta keluarga dan rekan terdekat.
------------------

Helen Sanjaya, PT. Info Master
Padat, I Like It. Inspiring.
------------------

Odang Hardjono, PT. Altrak 1978
It’s OK. Saya bisa mengaplikasikannya, Saya butuh.
------------------

Jenny Samudera (Private Teacher - Perth, Australy)
I was skeptical in the beginning, but I am amazed by the test results, as it's true to certain extent

================================
For Further Application in Your Business & Social Life and Family,
GET YOUR LIFE TIME SERVICES
please contact:
Ir. William Wiguna, CPHR., CBA., CPI.
Professional in Behavioral Styles Management

Care Plus Indonesia®
The First Life Time® Program & Counseling

Untuk FREE Life Time® Program dan Counseling hubungi:
PIN BBM: 2144922D
HP: 0818-839469
Esia: 021-94746539
william.wiguna@gmail.com
Untuk Bahan-Bahan Pengembangan Karakter dan Attitude silahkan visit:
www.careplusindonesia.comFind your Best Characters articles/program at
www.bestcharacters.blogspot.com,
Tabloid Wanita Indonesia (Konsultasi Bisnis) and
“Solusi Bisnis” Radio Heartline FM 100.6 (www.heartline.co.id) every First and Third Saturday at 8.00-9.00 and every Monday at 9.00-10.00

Senin, 13 Oktober 2008

Niat yang Kuat saja...


Posted by Picasa

Bagaimana dan Mengapa Karakter itu Menjadi Penting?




Kebutuhan orang akan bisa menyesuaikan diri melalui PENGETAHUAN (ijazah sekolah dsb, buku-buku, kursus dsb) dan PENGALAMAN (baik pengalaman kerja maupun keahlian) saja tampaknya tidak lagi menjadi yang terutama.

Ada hal-hal yang lebih penting yang sebenarnya dibutuhkan oleh setiap orang untuk menunjukkan dirinya didalam kinerja/pekerjaan atau dalam hubungan sosial/keluarga yang menjadi sangat tidak relevan dengan hanya mengandalkan modal PENGETAHUAN dan PENGALAMAN saja. Hal ini sering kita temui ketika orang-orang yang diperkirakan memiliki kemampuan yang diatas rata-rata berdasarkan kedua hal tsb, ternyata justeru mereka inilah yang menjadi biang masalah. Akibatnya, kita menjadi pesimis dan takut mem"prediksi" kemampuan seseorang sebelum kita "MENCOBA"-nya.

Kita lihat sendiri, apakah seseorang yang ber"PENGETAHUAN" leadership, lulusan S3, memiliki banyak sertifikat, rekomendasi dari orang yang sangat penting dsb bisa memiliki KINERJA yang baik di bidang Pekerjaan, atau Sosial atau Keluarga dsb?

Demikian juga apakah seseorang yang telah ber"PENGALAMAN" menjadi Pimpinan Perusahaan/Organisasi, menjadi Suami/Isteri, menjadi Teman Setia, menjadi Teman Bisnis, menjadi Ahli baik bidang sekuler ataupun non-sekuler dsb bisa dijamin memiliki KINERJA yang baik juga di bidang Pekerjaan, atau Sosial atau Keluarga dsb?

Bukankah dari kedua hal inilah biasanya orang dinilai bukan? Coba saja kita lihat lowongan yang beredar di media utama, pasti yang menjadi syarat adalah Ijazah dan/atau Pengalaman Kerja.

Padahal, kita bisa lihat sendiri bahwa belum tentu kedua hal tersebut merupakah pilihan yang terbaik yang orang tersebut lakukan mengingat sistem pendidikan dan keuangan di negara kita masih sangat meragukan. Sehingga siapapun yang sebenarnya merasa yakin dengan kedua hal tersebut silahkan merenungkan atau lebih tepatnya merefleksikan-nya dengan salah satu film fenomenal yang pernah kita miliki "LASKAR PELANGI".

Dari film tersebut, kita bisa melihat bahwa adanya kekuatan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan PENGETAHUAN dan PENGALAMAN, yaitu pendidikan KARAKTER.

Ada orang yang sangat mengerti bahwa dengan keadaan yang buruk bahkan teramat buruk, maka bagi orang-orang yang dibimbing dengan pembimbing yang benar maka otomatis pendidikan dan pembentukan KARAKTER akan OTOMATIS DIBENTUK. Sehingga banyak orang yang dengan pesimis mengatakan bahwa kalau anaknya orang kaya mungkin bisa tambah kaya tetapi belum tentu menjadi manusia yang ber-karakter baik. Dan contoh sudah ada didepan mata kita bukan?

Demikian juga sistem Manajemen dan Duplikasi kepemimpinan (Leadership) sangat meragukan kemampuan "ZONA NYAMAN" orang yang mau dididik, sehingga mereka juga biasa tidak ragu-ragu melakukan ekstrim kiri bertindak "kejam" untuk membuat suasana yang "buruk" agar anak didikya bisa "TAU DIRI" atau ekstrim kanan yaitu membuat suasana "angin sorga" sehingga anak didiknya bisa ingat "BUDI".

Ternyata pengalaman kami sebagai Coach menunjukkan gejala yang diluar dugaan, yaitu telah timbulnya situasi "seperti kacang lupa dengan kulitnya". Artinya, apa yang telah diberikan ternyata dikembalikan dalam bentuk "pengkhianatan" di kaca mata pendidik/leader-nya.

Jadi apa yang salah apabila seorang Pendidik/Leader telah memberikan baik moril maupun materiil kepada anak didiknya tetapi mereka menjadi seorang yang hebat (yang lupa diri) atau anak didiknya yang bisa saja "muntaber" (mundur tanpa berita alias kabur)?

Ada hal-hal yang sangat tidak disadari oleh kita sebagai manusia melihat manusia. Dan ini merupakan proses duplikasi yang telah berlangsung selama berabad-abad (PENDIDIKAN dan PENGALAMAN kita sbg bangsa Indonesia dijajah). Akibatnya kita gagal melihat seseorang seutuhnya bahkan dimulai dari kita memandang diri kita sendiri.

Ingin lebih jelas bagaimana kita mengenal diri kita dan teman main atau teman kerja lebih dalam? Bagaimana mengetahui bahwa kita sebenarnya kabanyakan teman "MAIN" dari pada teman "KERJA"?

Dapatkan software introduction to BEST CHARACTERS secara FREE!!!
Hubungi:
Ir. William Wiguna, CPHR., CBA.
0818-839469
021-98063014
william.wiguna@gmail.com