Total Tayangan Halaman

Entri Populer

Kamis, 19 Desember 2013

Mengenal Teknis dan Non Teknis dalam Keseimbangan Hidup











MENGENAL TEKNIS dan NON-TEKNIS
DALAM KESEIMBANGAN HIDUP
Beberapa pertanyaan atau perdebatan cukup menarik kami dapatkan dalam konseling sbb:
  1. Seorang anak remaja yang saat ini sedang masa kuliah, mempertanyakan mengapa sang ortu yang katanya sudah banyak belajar tentang kepribadian, hipnosis dsb tetap memaksakan kehendaknya kepada dirinya yang sudah seharusnya bisa ambil keputusan. Bahkan bisa lebih ngambek kalau tidak dituruti.
  2. Mereka yang telah mengambil gelar setelah kuliah begitu mahal, ternyata tidak seperti yang diharapkan para ortu, wali dan terutama pimpinan di tempat pekerjaannya. Sebagai contoh apakah karyawan  memiliki gelar Sarjana lebih baik atau menguntungkan perusahaan dari pada karyawan non gelar pada saat ini?
  3. Begitu banyak profesional yang nyasar dalam bidang pekerjaan yang bukan jurusannya, sehingga saat ini bisa dilihat fenomena unjuk rasa akibat mereka stres dan merasa pihak luar perusahaan yang mengajak demo itulah harapan besarnya. Jangan dikira yang mendukung demo itu level buruh lho, banyak yang mendompleng situasi tsb dengan alasan kalau buruh dinaikkan maka otomatis pasti "nyundul".
  4. Perdebatan memilih pemimpin yang mana diinginkan ternyata tidak seperti yang dibutuhkan oleh masyarakat yang memilihnya. Misalnya syarat memilih pemimpin yang baik itu harus lebih kuat soal Teknis (gelar, pengalaman dsb) atau Non Teknis (kejujuran, kewibawaan dsb) mana yang lebih diutamakan.

Untuk bisa menjawab ke empat hal tsb diatas, mari kita berpikir secara logika sbb:
  1. Bagaimana bila kita mencoba mengukur temperatur dengan alat ukur penggaris, atau
  2. mengukur berat badan dengan jam dinding atau
  3. mengukur kecepatan dengan stop watch.
Yang mana dari ketiga pengukuran tadi yang benar?

APA ALAT UKUR SALARY SEORANG PEMULA, PROFESIONAL dan PERUSAHAAN?
  1. Ketika seseorang melamar pekerjaan apakah lazim menggunakan alasan/”UKURAN” kenaikan harga sewa rumah, susu, dsb untuk menentukan SALARY-nya?
  2. Demikian pula apakah rasio Pendapatan dan Pengeluaran terhadap SDM sudah pernah diukur?
  3. Saat seseorang profesional mengajukan alasan/”UKURAN” kenaikan SALARY dengan ukuran kenaikan harga shampoo atau cicilan mobil?
  4. Bagaimana perusahaan secara keseluruhan mengukur masa depan PENDAPATAN SDM dan PERUSAHAAN sendiri


4 Tahap

Secara naluri manusia pasti akan mencari cara untuk mengukur sesuatu yang “penting” (disadari atau tidak) dengan akal budi-nya untuk bisa mengaturnya karena rupanya itulah kepentingannya:
  1. Tahap Mengenal
  2. Tahap Mengukur/Mengatur
  3. Tahap Merencanakan
  4. Tahap Menciptakan

Tahap 1 (mengenal)
Kalau kita lihat setiap orang diberikan waktu 24 jam sama rata oleh Tuhan, akan tetapi mengapa tidak semua orang menyadarinya? Atau mengapa hanya beberapa orang yang bisa menghargainya dengan tepat waktu setiap saat? Disinilah kita bisa melihat mereka yang telah meng "hargai" sebuah karunia Tuhan dengan cara mengukur (dengan alat yang tepat contohnya: sebuah jam).
Tahap 2
(mengukur dan mengatur)
Setelah seseorang senang bisa mengukur waktu dengan jamnya, maka mereka mencoba membuat janji untuk melakukan sesuatu dan saat itulah mereka perlu mengatur waktunya (dengan alat yang namanya AGENDA) untuk bekerja lebih efisien dalam 24 jam. Sebuah pemikiran yang simpel bukan?
Dengan tahap 1 dan 2 saja kita tanpa sadar sudah diajarkan sedari kecil bahwa begitu pentingnya saat belajar di sekolah.  Anda pasti sudah lolos semua melewati masa-masa tsb soal AGENDA sampai dengan kelas di SD.

Tahap 3 (merencanakan)
Mengingat begitu bervariasinya janji dan "to do list" seseorang, maka kita mulai belajar mengenal perencanaan lebih ketat tidak hanya untuk hari ini saja, karena semua persoalan tidak bisa diselesaikan dalam 24 jam, maka sebagian besar kita mulai belajar membuat RENCANA dalam jadwal mingguan atau bulanan bahkan tahunan. Biasanya di sekolah kita semua juga sudah belajar jadwal bulanan atau semesteran sampai dengan di SMP bukan?
Tahap 4 (menciptakan)
Akhirnya kita sampai juga di SMA dimana sudah mulai banyak kita belajar MENCIPTAKAN sesuatu dengan waktu yang tersedia. Beberapa sekolah SMP mengijinkan siswanya ikut dalam lomba2 yang mencipta juga. Disinilah kita bisa melihat mereka yang pintar dan cerdas menggunakan waktunya, biasanya mendapatkan reward yang luar biasa sebagai bekal mereka untuk lulus ke jenjang pendidikan selanjutnya.

CONTOH HASIL 4 TAHAP
  1. Bila kita belajar sekian jam, maka bisa “menciptakan” NILAI sekian.
  2. Bila kita bekerja sekian jam, maka bisa “menciptakan” UPAH sekian

Dengan demikian, kita bisa menambah NILAI atau UPAH kita:
  1. Menambah “JAM BELAJAR/KERJA” atau/dan
  2. Meningkatkan “EFISIENSI/EFEKTIVITAS BELAJAR/KERJA”
Manakah PILIHAN TERBAIK MENURUT ANDA? Tentunya bukan dengan ber-“unjuk rasa” kerja sama dengan pihak luar bukan?

Fakta-fakta yang kita bisa cari di google:
SDM kita terbukti sangat handal dan bahkan semenjak pelajar INDONESIA meraih banyak juara TERATAS di berbagai olimpiade iptek di tingkat dunia
¢  http://www.metrotvnews.com/lifestyle/read/2013/10/01/915/185364/SDM-Indonesia-Terbaik-Keempat-di-Dunia
¢  Metrotvnews.com: Berdasarkan Indeks Dinamika Global 2013 dari Grant Thornton, Indonesia saat ini masuk ke dalam urutan lima besar dunia sebagai negara yang memiliki sumber daya manusia (SDM) terbaik. Hasil survei yang dilakukan Grant Thonton itu dirilis setelah menakar lingkungan pertumbuhan ekonomi dari 60 negara terbaik di dunia dan menempatkan Indonesia di posisi keempat.
Pelajar Indonesia Juara.png
Gbr hasil search google: Pelajar Indonesia Juara

Akan tetapi mengapa setelah berkarir, SDM kita terbukti terkorup dan tertinggal...
¢  http://m.rmol.co/news.php?id=99244
¢  Berdasarkan penilaian World Economic Forum (WEF) pada 2012 tercatat daya saing Indonesia masih rendah dibandingkan dengan perusahaan internasional maupun lingkungan regional Asean. Indonesia berada di peringkat 50 pada  tahun lalu dari 144 negara di bawah Singapura (urutan kedua), Malaysia (urutan 25), Brunei Darussalam (urutan 28), dan Thailand (urutan 38).

Demikian juga data yang diterbitkan oleh United Nations Development Programs (UNDP) tentang Indeks Pencapaian Teknologi dan Indeks Pembangunan Manusia. Indonesia menempati urutan 124 dari 178 negara, selain itu data keadaan perekonomian Indonesia dapat dilihat dari pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) 2012 yang tumbuh 6,2%.
Indonesia juara korupsi.png
Gbr hasil search google: Juara Korupsi

Mari kita coba cermati dimana sumber permasalahannya:
¢  Dimulai dari sekolah:
Teknis dan Non Teknis Sekolah_Kuliah.png
Gbr Saat ber-sekolah/kuliah soal Teknis belum tentu diimbangi dari pelatihan Non Teknis

¢  Demikian pula saat berpacaran sd berkeluarga:
Teknis dan Non Teknis Berpacaran_Berkeluarga.png
Gbr Saat ber-pacaran dan ber-keluarga soal Teknis belum tentu diimbangi dari kemampuan Non Teknis

¢  Juga saat bekerja atau berbisnis:
Teknis dan Non Teknis Berbisnis.png
Gbr Saat ber-karir soal Teknis belum tentu diimbangi dari kemampuan Non Teknis

¢  Di sekolah ataupun di tempat kerja kemampuan TEKNIS seseorang bisa secara otomatis didapatkan dan langsung bisa dilihat RAPOR-nya. Akan tetapi inilah persoalannya, Rapor NON TEKNIS tidak pernah dikeluarkan atau dikenali, tetapi justeru hanya menjadi bahan rapat atau curhat antar pimpinan atau teamwork. Tanpa disadari inilah yang terjadi kekecewaan yang muncul dan itulah ke empat perdebatan yang terjadi di awal tulisan ini.
Sekarang sudah semakin jelas mana yang gampang diajarkan secara TEKNIS dan mana yang tentunya juga bisa diajarkan secara NON TEKNIS, terlebih kita bisa melihat sebenarnya yang lebih diutamakan dalam sebuah profesionalitas IDEAL adalah GABUNGAN KEDUANYA bukan? (coba dibaca kata2 satu baris dengan kata sambung DAN, sungguh luar biasa bukan?
Teknis dan Non Teknis Berbisnis IDEAL.png
Gbr Kombinasi SANGAT IDEAL Teknis dan Non Teknis sebagai PASSION OF TEAMWORK

Kita sekarang mencoba melihat dari sisi bahwa setiap SDM ibarat sebuah wadah, memiliki kapasitas yang bisa terus berkembang untuk menampung “berkat” yang dicurahkan oleh YME. Sama seperti hujan yang diberikan YME diberikan merata kepada setiap orang, dan mereka yang bisa menampungnya maka ybs akan bisa menerima, menikmati berkat- berkat tersebut dan tidak terbuang. Dimana pertumbuhan dinding2 kapasitas SDM tsb sangat bergantung dengan sisi vertikal (NON TEKNIS) dan sisi horisontal (TEKNIS):

¢  Bila sisi TEKNIS dan NON TEKNIS yang berkembang seimbang maka bisa, kapasitas SDM akan meningkatkan meningkat dan sekaligus meningkatkan daya tampung berkat yang tersedia:
 Bertumbuhnya Wadah SDM Teknis dan Non Teknis.png

Gbr: Wadah kapasitas SDM bila sisi TEKNIS dan NON TEKNIS yang berkembang seimbang
Bekal pelatihan SDM yang tidak seimbang antara TEKNIS dan NON TEKNIS akan menyebabkan SDM sangat mudah menjadi stres, seperti yang kita lihat/dengan berita-berita saat ini:
  1. http://www.beritametro.co.id/peristiwa/ingatkan-pejabat-tak-nyalakan-ponsel-dalam-pesawat-febriani-malah-dipukul
  2. http://www.bartytheme.com/mp3/kenapa-sosiolog-ui-thamrin-tomagola-disiram-air-oleh-munarman-jubir-fpi.html
  3. Dan masih banyak lagi...

Sudah di Tahap Berapakah Anda?
¢  Sekarang, sudah di tahap berapakah Anda? Sudahkah kita mengerti mengapa anak2 sekolah masih bisa menjawab 2 tahun lagi akan menjadi apa sementara mereka yang lebih dewasa malah tambah bingung?
¢  Dan sekarang sudahkah kita pahami mengapa masih terjadi “salah asuhan” dalam membina SDM baik dalam keluarga, sekolah maupun di tempat kerja?


MENGAPA FAKTOR NON-TEKNIS (attitude) BEGITU SULIT DIKENDALIKAN?
  1. Adanya kebiasaan pola pikir yang keliru: apa yang didoakan secara verbal dan non verbal (tertulis) contoh: FB dan NYANYIAN TRADISI
Minta Kerja.png
  1. Kurangnya kesadaran PELATIHAN dan CARA yang tepat sedari AWAL (masa probation)
  2. ASUMSI fatal: TEKNIS menghasilkan NON-TEKNIS secara otomatis
Semoga dengan informasi ini kita semua bertambah peduli tentang pelatihan TEKNIS dan NON TEKNIS yang seimbang. Btw, Pelatihan NON TEKNIS sama sekali bukan pelatihan SOFT SKILL. 

Ir. William Wiguna, CPHR., CBA., CPI.
HP/WA: 0818-839469
Twitter: @williamwiguna
www.facebook.com/groups/careplusindonesia/